Menganalisis Politik Underdog Gibran di Pilpres 2024
Oleh: Sofyan Al-Banijpnn.com - Underdog politik merupakan konsep yang menggambarkan partai atau individu yang dianggap kurang berpeluang atau lemah dalam persaingan politik, tetapi mampu mencapai kesuksesan atau perubahan yang signifikan melalui upaya keras dan dukungan masyarakat.
Istilah “underdog” sendiri berasal dari bahasa Inggris yang secara harfiah berarti “anjing bawah” dan merujuk pada posisi yang kurang diuntungkan atau diabaikan.
Dalam konteks politik, underdog dapat mencakup partai politik kecil, kandidat independen, atau kelompok minoritas yang berjuang untuk mendapatkan pengakuan dan dukungan.
Salah satu contoh yang mencolok dari underdog politik, khususnya dalam konteks di Indonesia saat ini, dapat dilihat pada sosok calon wakil presiden Prabowo Subianto, yaitu Gibran Rakabuming Raka.
Posisi underdog Gibran seperti dipertegas Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, tidak lepas dari asumsi publik yang ditempelkan padanya; menganggap bahwa Gibran masih belum cukup umur, ‘anak ingusan’, kurang berpengalaman, dan sentimen-sentimen pejoratif lainnya.
Namun anggapan tersebut berangsur terpatahkan berhubung pasca dilaksanakannya debat cawapres yang digelar oleh KPU di gedung Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, pada Jumat (22/12/2023), Gibran sukses melakukan counter attack dan tampil dengan kemampuan dan penguasaan materi yang tidak terprediksi sebelumnya.
Pun seandainya Gibran tidak tampil memuaskan, publik akan menilai hal tersebut tidaklah mengherankan, terutama karena alasan bahwa Gibran telah dipersonifikasi publik sebagai cawapres yang tidak lebih berkualitas jika dibandingkan dengan dua pesaingnya, yaitu Muhaimin Iskandar (cawapres dari pasangan Anies Baswedan) dan Mahfud MD (cawapres dari Ganjar Pranowo).
Hasilnya, terutama pasca debat cawapres, anggapan underdog terhadap Gibran tersebut berhasil mendongrak elektabilitas dirinya.