Mengapa Muncul Persepsi Honorer Akan Dihapus?
jpnn.com - Sangat disayangkan kesepakatan raker Komisi II DPR RI dengan MenPAN-RB Tjahjo Kumolo, dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, Senin (20/1), justru menimbulkan kegalauan massal di kalangan tenaga honorer, termasuk honorer K2.
Secara redaksional, kalimat yang dituangkan dalam kesepakatan raker poin kedua, memang berpotensi salah tafsir.
Bunyi kesepakatan, “Komisi II DPR RI, Kementerian PAN-RB, dan BKN sepakat untuk memastikan tidak ada lagi status pegawai yang bekerja di instansi pemerintah, selain Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sebagaimana diatur dalam pasal 6 UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, dengan demikian kedepannya secara bertahap tidak ada lagi jenis pegawal seperti pegawai tetap, pegawai tidak tetap, tenaga honorer, dan lainnya.”
Kalimat tersebut bisa dimaknai secara salah bahwa tenaga honorer akan dihapus, dalam arti dipecat atau di-PHK. Persepsi ini bisa muncul pada diri pembaca atau honorer yang tidak menyaksikan langsung raker Komisi II DPR di Senayan, Jakarta.
Terlebih, jika berita yang dibaca hanya menyajikan kesepakatan raker saja, tanpa menyajikan bagaimana mayoritas anggota Komisi II DPR mendesak MenPAN RB Tjahjo Kumolo agar segera mengangkat honorer K2 menjadi PNS atau PPPK.
Bagi sejumlah pimpinan honorer K2 yang hadir menyaksikan raker tersebut, sudah pasti menyimpulkan bahwa yang dimaksud poin kedua kesepakatan di atas adalah tenaga honorer harus diangkat menjadi PNS atau PPPK.
Sehingga nantinya tidak ada lagi pegawai tetap, pegawai tidak tetap, atau tenaga honorer, karena semua diangkat menjadi PNS dan PPPK. Jadi, bukan dihapus dengan cara dipecat atau di-PHK.
“Bisa didengar, tidak ada satupun anggota dewan yang tidak memperjuangkan honorer K2," kata Koordinator Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I) DKI Jakarta Nur Baitih kepada JPNN.com, Selasa (21/1). Nur juga hadir menyaksikan raker.