Mengatasi Punggung Sumatera yang Mahal
Kamis, 06 Oktober 2011 – 06:39 WIB
Saya membayangkan industri kopinya akan maju karena wilayah itu penghasil kopi yang sudah terkenal sejak zaman Belanda. Tambang emasnya juga bisa digarap. Saya terkesan dengan kampung-kampung di Kabupaten Tanggamus tersebut. Begitu banyak rumah panggung tua yang sangat khas masa lalu. Bangunan-bangunan permanennya pun menunjukkan masa lalu yang jaya wilayah itu. Rencana membangun proyek transmisi yang mahal dari Pringsewu ke Kota Agung pun bisa dibatalkan.
Semula, kami bermaksud bermalam di Manna. Setelah dikalkulasi, kira-kira baru pukul 01.00 kami akan tiba di kota itu. Maka, kami pun menyerah di Kota Krui. Di sebuah losmen yang tidak menyediakan handuk dan sikat gigi. Tapi, kami gembira karena bisa bermalam di Krui. Sebuah kota dengan masa lalu yang membuat bangga. Itulah kota yang dulu, di masa jaya kopi dan cengkih, menjadi pusat niaga.
Keesokan harinya, setelah olahraga jalan kaki di Pantai Krui bersama teman-teman PLN setempat, kami berangkat ke Manna. Teman-teman dari Lampung kembali ke Lampung. Diskusi mengenai kelistrikan Lampung sudah selesai. Ganti teman-teman dari PLN Bengkulu yang masuk ke mobil saya. Siap berdiskusi sepanjang jalan mengenai persoalan yang dihadapi Bengkulu.