Mengenal Puasa Para Leluhur Ternate
jpnn.com - AWAL Islam masuk ke Ternate, agama ini diajarkan dengan pendekatan sufistik. Salah satunya mengenai puasa. Ada tiga jenis puasa yang diajarkan ulama kala itu.
Badrun Ahmad - Gunawan Tidore - Maslan Adjid - Mahfud H Husen, Ternate
Puasa syariat, tarekat, dan hakikat. Ketiga jenis puasa ini bukan lagi hal baru bagi orang yang mendalami Islam. Puasa-puasa ini pula yang diajarkan para penyebar Islam pertama di Ternate.
”Hakikat puasa didasarkan pada Alquran Surat Al-Baqarah ayat 183 yang menyatakan “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” kutip KH Ridwan Dero, Qadhi (Ketua Mahkamah Syariah, red) Kesultanan Ternate.
Puasa syariat sendiri berarti menahan lapar dan haus serta bersenggama pada siang hari. Ini merupakan puasa yang umum dipraktekkan umat Islam saat bulan Ramadan. Sementara puasa tarekat yaitu puasa yang diperintahkan untuk menjaga hati, bicara, perbuatan, penglihatan, pendengaran dan penciuman. ”Ini yang dinamakan puasa yang dijaga sepanjang masa,” sambung Sekretaris Badan Kesbangpol dan Linmas Kota Ternate itu.
Sedangkan puasa hakekat adalah berusaha menyucikan lahir maupun batin di dalam bulan Ramadan. Sesuai hadist Nabi Muhammad SAW yang artinya barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadan dengan iman dan mengharap rida Allah maka segala dosanya akan diampuni. ”Sehingga saat 1 Syawal kita bagaikan bayi yang baru lahir, yang terbebas dari segala dosa dan kesalahan,” tutur Ridwan.
Sejak awal Islam masuk ke Ternate, para nenek moyang telah menjalankan ketiga puasa tersebut. Puasa ini dinilai sesuai dengan kelima adat se atorang (adat istiadat dan aturan, red) Kerajaan Ternate. ”Adat pertama adalah tata kesopanan atau sopan santun, di mana yang muda harus menghormati yang tua,” ujar Ridwan.
Yang kedua adalah kesusilaan, yakni cara berpakaian dan cara bertamu di rumah orang. Yang ketiga, tata moral atau budi pekerti yang bagus. Keempat, taat dan istiqamah dalam melaksanakan perintah Allah dan ajaran baginda Rasul. Sedangkan yang kelima adalah percaya pada kemampuan diri sendiri. Jika sudah memiliki nilai kesopanan dan nilai kesusilaan, maka nilai moral maka akan tampil prima. Lima nilai ini dipraktikkan orang tua zaman dahulu hingga sekarang. ”Ketika Islam masuk, para ulama konkretkan dengan nilai-nilai tersebut,” katanya.