Mengenang Rachmawati Soekarnoputri
Oleh Prof. Tjipta Lesmana*Lalu saya singgung pertemuan saya (bersama Alm. Jenderal Rudini, Mayor Jenderal TNI Soemargono, Kolonel Udara Sudjai, peneliti Lembaga Pengkajian Strategis Internasional dan seorang guru besar ekonomi) dengan Presiden Megawati di kantor DPP PDIP, Jalan Lenteng Agung, pada tahun 2003.
Pak Rudini ketika itu menyarankan agar Presiden Megawati mengembalikan UUD 1945 hasil amendemen ke naskahnya yang asli. Anehnya, Bu Mega malah menyuruh saya menulis artikel di koran-koran tentang masalah itu.
Pertemuan kedua saya dengan Bu Rachma lebih singkat, sekitar 1 (satu) jam. Fokus pembicaraan 100 persen tentang politik, terutama situasi bangsa dan negara terkini.
Kritik beliau terhadap pemerintahan Megawati makin keras. Yang diungkit-ungkit tidak berubah: Pancasila dan UUD 1945.
Beliau percaya kakaknya bisa memainkan peran besar untuk mengembalikan UUD 1945 ke naskahnya yang asli, sekaligus menjalankan Pancasila secara konsisten.
Setelah itu, lama saya tidak berjumpa lagi dengan Bu Rachma. Pertemuan terakhir kami pada 12 Agustus 2019 saat acara “Indonesia Bersatu” yang digelar Kementerian Pertahanan. Sekitar 500 peserta memadati ruang besar di lantai 2 (dua) Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta.
Bu Rachma diberikan kesempatan untuk menyampaikan pernyataannya. Dibantu oleh ajudan dan staf Kemenhan, Bu Rachma yang duduk di kursi roda didorong ke panggung.
“Saya memberikan satu pesan harapan agar Pancasila dapat tegak di republik ini, harus digandeng kembali dengan UUD 45. Artinya saya mengharapkan, Pak Menhan dan Pak Try, kembali. Kita harus kembali ke UUD 45!" kata Rachmawati dengan suara serak dan wajah syahdu. Air mata menetes di kedua pipinya.