Mengharukan, Setengah Abad Menunggu Lamaran Sang Kekasih
Tak butuh waktu lama, Diwaja pun nembak Aisyah. Dan Aisyah pun menyambut dengan tangan terbuka. Sebab, di matanya Diwaja sosok yang rajin, pekerja keras, ramah, dan baik kepadanya.
Tapi, ada kendala. Diwaja ternyata sudah menikah dan punya anak. Meski kepada Aisyah dia bilang istri yang dinikahinya itu bukan pilihannya sendiri. Tapi dijodohkan.
Aisyah tentu tak mau dianggap pelakor (perebut laki orang). Apalagi, istri Diwaja, Baiq Misban, masih terhitung sepupunya sendiri. Jadilah, meski sangat mencintai Diwaja, dia memilih menjauh. ”Akhirnya saya pun berpacaran dengan pria lain asal Lombok Tengah sekitar enam bulan. Untuk melupakan Diwaja,” katanya.
Namun, sekeras apa pun Aisyah berusaha, tetap saja sulit melupakan Diwaja. Buntutnya, hubungan kasihnya dengan lelaki asal Lombok Tengah itu pun kandas. Di saat itu Diwaja kembali merapat kepadanya. ”Dia bilang ke saya, nama kami sama-sama enam huruf. Kami akan berjodoh, apa pun yang terjadi,” ungkap Aisyah kepada Lombok Post.
Kalimat tersebut seolah menjadi pengikat hati Aisyah. Sejak saat itu tak ada cinta lagi yang bisa masuk menyentuh hatinya. Dia memilih setia menunggu Diwaja datang menjemput dan mempersuntingnya. Kesetiaan tersebut tak goyah kendati dia harus kembali ke Suradadi.
”Banyak yang datang melamar saya ke rumah, tapi saya tidak mau menikah. Orang tua saya marah, tapi saya tetap mau menunggu Diwaja karena saya yakin dia datang,” ujar Aisyah sembari menatap wajah Diwaja.
Sikap itu tentu saja mengundang konsekuensi. Dia dikucilkan dan dianggap perawan tua. Namun, semua ucapan orang tua, keluarga, dan warga sekitar tersebut diabaikannya. Hari terus berganti, begitu pula bulan dan tahun, Diwaja tak kunjung datang. Tak ada kabar dari surat ataupun telepon. Namun, Aisyah tak goyah.
Sampai kemudian, di awal tahun baru lalu, Aisyah mendapat kabar bahwa seorang pria mencarinya lewat telepon. Dengan perantara Lalu Mustiarep, seorang tetangga, Diwaja ternyata menanyakan kabar Aisyah.