Mengkritik Rekomendasi BMAD Ubin Keramik Asal China, Indef Tantang KADI Buktikan Kredibilitas Data
jpnn.com, JAKARTA - Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi The Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho mengkritisi hasil penyelidikan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) yang merekomendasikan kenaikan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sebesar 200 persen terhadap keramik impor dari China.
Andry menilai data KADI tidak kredibel, terutama dari dasar serta data yang digunakan untuk menaikkan tarif anti dumping itu.
Jika memang terbukti terjadi dumping, apakah harus mengenakan tarif mencapai 200 persen.
“Kalau berbicara mengenai antidumping begitu ya tentu kita harus berbicara juga mengenai hasil temuan yang dilakukan oleh Komite Anti Dumping Indonesia atau KADI, yang memang merekomendasikan pengenaan BMAD atas impor ubin keramik,” ujar Andry, dalam Market Review IDX Channel, dikutip Senin (22/7/2024).
“Dalam hal ini Indef mencoba untuk mengkritisi hasil temuan dari KADI karena hasil yang dilakukan oleh KADI sendiri baik itu dari segi analisisnya dan juga rekomendasinya ini yang perlu dijadikan catatan. Apakah sebetulnya praktik dumping tersebut terjadi gitu ya atau kalau misalnya memang terjadi apakah memang sampai ke 200 persen?” ujar Andry.
Andry menjelaskan jika penyelidikan KADI dilakukan pada tahun 2019-2022 data menunjukkan data tren impor keramik Indonesia tidak terlalu tinggi.
“Yang perlu ditekankan di sini karena kalau kita melihat dari pertama dari proses penyelidikan untuk kerugiannya itu dilakukan di tahun 2019 sampai 2020, 2020 sampai 2021 dan 2021 ke 2022. Jadi, menurut kami adalah bahwa tahun-tahun seperti itu adalah tahun sebetulnya impor dari keramik tidak terlalu tinggi,” paparnya.
Dari hasil dari KADI, dia melihat capaian-capaian terkait dengan data-data bahwa itu tren impor China dan juga impor negara lain itu turun.