Menilik Upaya Jepang Menambah Jumlah Penduduknya
Selama cuti melahirkan, ibu pekerja akan mendapat hingga 2/3 gaji yang di-cover dari asuransi. Namun, jika perusahaan tetap mau memberikan gaji sendiri, besaran asuransi yang diberikan dikurangi. Untuk cuti membesarkan anak, pegawai mendapat uang dari labor insurance. Perusahaan boleh memberikan kontribusi sejumlah uang untuk pegawainya itu. Dua jenis cuti tersebut juga berlaku bagi para ayah. Sebab, mereka juga berhak menemani masa tumbuh kembang anak.
Namun, tawaran itu tidak juga memberikan hasil signifikan pada angka kelahiran. Dahlan menyebutkan, banyak faktor yang melatarbelakangi hal itu. Di antaranya, jumlah tunjangan yang diberikan pemerintah masih kurang besar.
’’Memang ada sedikit tunjangan biaya, sedikit keringanan pajak. Tetapi, jika dihitung dengan biaya pendidikan anak sampai dewasa, jumlah tersebut tidak begitu berpengaruh. Jadi, itu tidak menggerakkan orang memiliki anak,’’ jelas sarjana teknik lulusan Oita University, Jepang, tersebut.
Masalah cuti itu juga menjadi dilema tersendiri. Pemberian cuti membesarkan anak didasarkan pada kondisi masyarakat yang secara umum jarang bisa membayar asisten rumah tangga. Namun, jarang yang mengambil cuti tersebut dengan alasan terlalu lama meninggalkan pekerjaan membuat mereka merasa tersingkir. Apalagi jika melihat suasana yang begitu kompetitif.
Menurut Dahlan, pemerintah perlu terus merancang program-program yang memang mampu membuat perempuan benar-benar merasa nyaman untuk memiliki anak. Harus bisa diciptakan kondisi yang membuat perempuan karir tidak merasa terancam kehilangan posisi dalam pekerjaannya hanya karena statusnya berubah menjadi ibu. ’’Dengan demikian, visi menjaga populasi benar-benar bisa diwujudkan,’’ katanya. (*/c5/ari)