Menjadi Orang Kuat dan Sanggup Memaafkan
’’Saya melihat Michael dari keluarga baik-baik dan dia memiliki sifat pemalu dan senyum yang sama dengan Kevin,’’ kata Janice. ’’Jika mereka sempat bertemu sebelum kejadian itu, saya yakin mereka akan menjadi sahabat karib.’’
Tentang Kevin, Philadelphia’s City Paper menulis laporan yang bagus bahwa setelah kejadian itu, dia tidak marah. Sehari-hari Kevin hanya berbaring atau duduk di kursi roda. Tetapi, dia tetap pemuda yang ramah dan gampang tersenyum. Kadang dia juga menangis, hanya pada waktu malam ketika yang lain-lain tertidur sehingga tidak membuat mereka gelisah.
Dia membiarkan saja air matanya mengalir dan tidak pernah mengusapnya. Dia biarkan saja air mata itu mengering sendiri. Dia hanya mencoba memfokuskan pikirannya kepada hal-hal yang membahagiakan sebelum tidur.
’’Hanya dengan itu saya bisa mendapatkan mimpi indah,’’ katanya. Paling sering Kevin memikirkan perasaan gembira yang muncul saat dia bermain basket.
Tiga tahun setelah itu, Michael menjalani kerja sosial sebelum pembebasan dan kesempatan itu dia gunakan untuk berkunjung ke rumah Janice. Mereka bercakap-cakap di teras rumah pada mulanya, lalu Michael menemui Kevin di kursi rodanya. Hari itu mereka bermain PlayStation bersama: Michael menekan tombol-tombol, Kevin memandu.
Sepulang dari rumah Janice, di tengah perjalanan Michael terlibat masalah dan dia kembali harus mendekam di balik jeruji. Kevin meninggal beberapa bulan kemudian karena alat pernapasannya tidak bekerja, Janice bercerai dan lantas pindah rumah setelah menikah lagi. Di dalam penjara, Michael kehilangan kabar tentang mereka.
Dia dan Janice baru bisa bertemu lagi delapan tahun kemudian. Michael, si pemalu yang selalu berjalan menunduk, akhirnya mendapat kabar tentang Janice dan mereka membuat janji untuk bertemu. Dia menunduk saat mereka bertemu dan dia tidak tahu saat itu bahwa Kevin sudah meninggal.
’’Apa kabar?’’ tanya Janice.