Menpar Ingin Garuda Indonesia Lebih Agresif Lagi
jpnn.com - MEDAN – Menpar Arief Yahya mencatat pengalaman inaugural flight bersama maskapai nasional Garuda Indonesia dua kali. Pertama saat pembukaan rute perdana Denpasar-Beijing, 11 Januari 2015, dan sekarang, 14 Juni 2016 dalam re-operation jalur Kualanamu-Singapura.
“Pembukaan penerbangan Beijing-Denpasar itu dampaknya besar, wisman China Daratan meningkat 26 persen,” sebut Menpar Arief Yahya dalam upacara penyambutan di Bandara Kualanamu itu.
Kala itu, Duo Arief --Menpar Arief Yahya dan CEO PT Garuda Indonesia Arif Wibowo—kompak mempromosikan Wonderful Indonesia untuk mengetuk pintu pasar di balik Tembok China. Menpar mengakui, kolaborasi Kemenpar dan Garuda sebenarnya sinergi yang pas.
Pariwisata membutuhkan connectivity, dan Negara kepulauan seperti Indonesia mutlak butuh airlines. Hingga kini, akses direct flight dari kota-kota besar di China menuju Indonesia sangat minim, hanya 37 persen.
Sisanya, 63 persen transit via Singapura, Kuala Lumpur, dan Hong Kong. Bagaimana bisa download file-file besar ketika “benwitdh”-nya rendah? Bagaimana bisa mendapatkan angka kunjungan besar, jika daya angkutnya terbatas? “Sedangkan turis China yang ke Malaysia, Singapura dan Thailand rata-rata di atas 80 persen direct flight. Bagaimaka kita harus bersaing?” tanya Mantan Dirut PT Telkom –yang terpilih sebagai The Best CEO BUMN 2013 itu.
Karena itu, Menpar Arief yang lulus S-3 Economic, Business Management, Universitas Padjadjaran, Bandung itu tak henti-henti mendorong Garuda untuk agresif dan semakin agresif.
Bagaimana kalau penumpangnya tidak memenuhi ambang batas minimal? Lalu merugi? Pembukaan rute baru itu tidak menambah laba, justru membebani perusahaan? Bagaimana menjelaskan ini kepada public atau stakeholder?
Mungkin itulah kegalauan yang terus berkecamuk di benak manajemen Garuda Indonesia. Di satu sisi berhasrat penuh untuk mensupport Pariwisata, sebagai national flag carrier dengan spirit Indonesia incorporated. Tetapi di sisi lain, tidak menemukan angka fisibel, ketika dipertemukan antara cost and benefit.