Menurut Tito Karnavian, OTT Bukan Prestasi Hebat karena Sangat Mudah
Menurut Tito, kajian akademik diperlukan karena memiliki metodologi yang bisa dipertanggungjawabkan dengan data kuantitatif maupun kualitatif, dan gabungan keduanya.
Tito mencontohkan misalnya melakukan survei di masyarakat apakah setuju pilkada langsung atau tidak. Termasuk menanyakan kepada yang sudah diproses hukum atau yang terkena OTT.
“Saya yakin mereka diajak interview akan lebih terbuka. (Misalnya) keluar-keluar (biaya) sekian, berani dia ngomong. Kalau yang belum tidak akan mungkin cerita,” jelasnya.
Nah, Tito berujar, sebenarnya ini bahan bagus untuk dijadikan kajian akademik. Terlebih lagi kalau kajian akademik itu dilakukan oleh institusi yang kredibel, memiliki reputasi bagus, objektif dan dikenal. Menurut Tito, mungkin saja nanti hasil riset itu adalah pilkada langsung lebih baik dilakukan.
Tito mengatakan, jika temuan riset menyatakan pilkada langsung manfaatnya lebih baik daripada mudaratnya, harus dihargai.
“Problemnya adalah bagaimana mengurangi dampak negatifnya, potensi konflik, kemudian tindak pidana korupsi,” katanya.
Menurut Tito, solusinya antara lain misalnya apakah dengan menaikkan gaji atau tunjangan bagi kepala daerah terpilih sehingga tidak korupsi lagi. Terlebih lagi, ujar Tito, ada beberapa kepala daerah menyampaikan supaya diberikan tunjangan agar potensi korupsi berkurang. “Ada yang menyampaikan demikian,” tegasnya.
Lebih lanjut Tito menyatakan kalau seandainya dalam temuan kajian akademik pilkada langsung dianggap lebih banyak negatifnya berarti harus ada sistem yang lain. Menurut dia, salah satunya dengan sistem asimetris. Dia menegaskan kalau sistem ini digunakan berarti harus membuat index democratic maturity atau kedewasaan demokrasi di tiap daerah dengan variable tertentu yang menjadi indikator.