Menyinggahi Wae Rebo, Desa di NTT Peraih Penghargaan Tertinggi UNESCO (3-Habis)
Rumah Utama untuk Delapan Keluarga Keturunan MaroSelasa, 18 September 2012 – 00:08 WIB
Rumah-rumah itu berbaris menghadap sompang (altar) setinggi sekitar 1 meter. Sompang adalah gundukan tanah berbentuk bundar berdinding batu. Di mezbah itulah warga Wae Rebo menyelenggarakan upacara-upacara adat dan aneka persembahan kepada Tuhan dan leluhur.
Mbaru niang sejatinya nyaris punah. Pada 2008, hanya tersisa empat rumah. Yaitu, mbaru tembong, satu rumah di sisi kiri, dan dua rumah di sisi kanan. Tiga lainnya sudah lenyap digerus umur. Rumah yang tersisa pun seolah menunggu rubuh.
Sejumlah kalangan swasta yang peduli kepada arsitektur dan budaya lokal lalu bergerak. Yang menggagas pemugaran adalah Yayasan Rumah Asuh yang dimotori Yori Antar, arsitek di Jakarta. Yori mengumpulkan donatur untuk membangun kembali tiga rumah yang sudah lenyap dan memperbaiki rumah yang lain.