Menyongsong Harapan di Ujung Pandemi
Oleh: Bambang Soesatyo, Ketua MPR RIPadahal, dari sisi perekonomian, Indonesia memiliki momentum yang baik bagi upaya penguatan ekonomi. Momentum ini hendaknya tidak disia-siakan begitu saja. Karena itu, masyarakat di semua daerah, bersama pemerintah daerah masing-masing, harus lebih bersungguh-sungguh memerangi pandemi Covid-19.
Sebab, ada harapan besar jika Indonesia mampu mengendalikan pandemi sekarang ini. Sejumlah indikator ekonomi terkini menunjukan harapan-harapan besar itu. Indikator-indikator itu bukan rekayasa para ekonom negara, melainkan terbentuk oleh persepsi dan mekanisme pasar yang kemudian menjadi informasi. Dan, karena keterbukaan, setiap komunitas, termasuk masyarakat Indonesia, sulit mengelak dari hujan informasi itu, baik informasi positif, negatif, maupun hoaks. Di tengah pandemi Covid-19 yang berkepanjangan serta rasa takut akan resesi, ragam informasi positif tentang perekonomian nasional terus membanjiri ruang publik.
Indikator terbaru tentang Indonesia adalah penilaian dari Bank Dunia. Awal Juli 2020, Bank Dunia mengumumkan bahwa pendapatan nasional bruto atau GNI (gross national income) per kapita Indonesia naik, dari posisi sebelumnya 3.840 dolar AS menjadi 4.050 dolar AS.
Konsekuensinya, Indonesia dikategorikan negara berpenghasilan menengah atas (upper middle income country), dari sebelumnya negara berpenghasilan menengah bawah (lower middle income country). Penilaian ini predictable, jika mengacu pada kekuatan konsumsi dalam negeri. Sebagaimana dilaporkan Badan Pusat Statistis (BPS) misalnya, pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2019 lebih didorong oleh faktor konsumsi dalam negeri, saat kontribusi faktor ekspor dan investasi tidak signifikan.
Tentu saja kenaikan peringkat GNI Indonesia itu adalah hitungan rata-rata. Dia tidak otomatis menghilangkan kesenjangan atau ketimpangan pendapatan masyarakat. Dan, wajar juga jika masyarakat yang awam mempertanyakan soal manfaat langsung perubahan statusnya menjadi individu yang berpenghasilan menengah atas.
Memang, dalam situasi pandemi seperti sekarang, penilaian Bank Dunia itu belum merubah apa pun. Apalagi, banyak orang kehilangan pekerjaan dan kehilangan sumber penghasilan, karena pabrik tidak beroperasi dan banyak proyek harus dihentikan untuk sementara. Banyak perusahaan tak bisa menghindar dari langkah Pemutusan hubungan kerja (PHK).
Manfaat dari kenaikan peringkat GNI itu sangat bergantung pada akibat yang ditimbulkannya, yakni peningkatan daya tarik Indonesia sebagai tujuan investasi. Dengan pendapatan individu yang naik melahirkan asumsi bahwa konsumsi masyarakat Indonesia pun makin kuat.
Dari situ akan terbentuk persepsi tentang Indonesia sebagai pasar yang potensial untuk aneka ragam produk. Persepsi yang demikian akan menarik investasi baru ke dalam negeri. Dengan mengumumkan kenaikan peringkat GNI itu, Bank Dunia secara tidak langsung telah mempromosikan Indonesia. Dan, promosi ini pastinya disimak komunitas investor.