Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Menyusuri Prostitusi Murah Kamar Bawah Tanah di Bogor

Senin, 08 Juni 2015 – 06:57 WIB
Menyusuri Prostitusi Murah Kamar Bawah Tanah di Bogor - JPNN.COM
Ilustrasi. FOTO: dok/jpnn.com

jpnn.com - BOGOR - Sudah setahun ini Presiden Joko Widodo tinggal di Bogor. Selama itu pula, eskalasi pengamanan di seputar Istana terus ditingkatnya. Namun ada satu penyakit masyarakat yang luput (atau sengaja dibiarkan) dari pantauan. Yakni prostitusi. Para pekerja seks komersil (PSK) 'murah' menggelar lapaknya siang-malam di sekitar ring satu dengan leluasa. Mereka juga punya tempat peraduan baru nan aman. Sebuah hotel di bawah tanah.

Suara-suara erangan pria dan wanita dewasa terdengar lantang bersahutan dari dalam kamar yang berjejer rapi. Jelang siang itu, LA (17) menggiring langkah Radar Bogor hingga ke ujung lorong dimana masih tersedia satu kamar kosong. 
    
Kondisi kamar hotel seharga Rp 100 ribu untuk long time itu mirip bungker. Begitu pengap dan gerah. Maklum saja, lokasi mesum tersebut berada di kedalaman 10-15 meter di bawah tanah. Sirkulasi udara hanya bertumpu kepada tujuh kipas angin yang beroperasi menempel di dinding lorong. 
    
Karena murah dan berada di dalam tanah, jangan harap ada toilet di dalam kamar seluas 3x4 meter tersebut. Jika ingin buang air kecil atau pun bebersih, itu bisa dilakukan di permukaan hotel yang berlokasi Jalan Raya Pajajaran No 89 itu. Ada sekitar 15 kamar yang tersedia berjejer dengan bangunan mirip leter 'L'.  Setiap kamar ditandai dengan alfabeth. “Ya siang-malam di sini ramai,” cetus LA ketika ditanya seputar keberadaan kamar hotel bawah tanah itu.
    
“Sendirian bukan? Kalau mau ditemenin nanti saya antar ke kamar. Disini macam-macam, kalau harga tergantung nego. Cuman kalau usia 20 tahunan Rp500 ribu ke atas,” kata pegawai hotel.
    
Tak hanya kamarnya yang murah. Harga PSK yang dijajakannya juga relatif ramah di kantong. Untuk siang hari, hanya ada tujuh jablay yang siap beraksi. Hanya saja, umur mereka tak lagi muda. Sekitar 30 tahunan. Mereka yang masuk siang karena kerap kalah pamor jika 'jualan' di malam hari. 
    
Tak lama kemudian LA kembali ditemani seorang perempuan. Suara langkah si perempuan yang memakai high heels itu berhasil meredam suara azan zuhur yang sayup-sayup terdengar dari permukaan. Saat itu, si perempuan bergaun merah itu ingin disapa dengan nama Sherly. Dia mengaku berumur 29 tahun. Bedaknya tak tebal, hanya saja badannya tak lagi sintal.
    
Sherly mengaku PSK spesialis siang hari. Karena setiap malam dia selalu tak mendapat pelanggan. Sebelumnya perempuan yang mengaku tinggal di Cipaku itu biasa nongkrong di sekitar Istana Bogor dan di depan Gedung DPRD Kota Bogor. Kendati jualan di obyek vital, tak sekalipun Sherly digaruk satpol pp.“Ya sekarang mending siang dapat dua atau tiga kali pelanggan,” ujar janda yang mengaku memiliki empat orang anak itu. 
    
“Jujur saya sudah kalah sama yang muda. Tamu lebih pilih yang masih langsing dan kenceng,” sambungnya. Belum apa-apa, Sherly kemudian meminta izin keluar kamar untuk ke toilet. Ketika membuka pintu, LA terlihat belum beranjak di depan kamar. Rupanya dia menantikan uang tip dari jasa menyediakan PSK yang dia bawa. 
    
Selembar uang seratus ribu rupiah berhasil membuat ujung bibir milik lelaki muda itu menyungging.    Sejurus dengan itu, Radar Bogor menanyakan seputar keamanan dari razia petugas" LA menegaskan, keamanan di sekitar Hotel bernama RI ini terjamin. Itu karena mereka bertetanggaan langsung dengan Satpol PP Kota Bogor. Ya, kantor pasukan penegak perda di bawah kendali Bima Arya itu berada di Jalan Raya Pajajaran No 121. Atau hanya dipisahkan lima bangunan. 
    
LA bahkan menantang Radar Bogor untuk kembali lagi pada malam hari. Dimana biasanya razia PSK bisa berlangsung kapan saja. Tantangan pun diladeni. Setengah sepuluh malam, wartawan koran ini kembali ke Hotel RI. Suasana parkiran terasa sepi karena sore sebelumnya Bogor habis diguyur hujan. Hampir 15 menit dinanti, LA tak kunjung terlihat.
    
Hanya dua orang perempuan muda sembari merokok tampak asyik bergosip. Malam itu Radar Bogor memilih cek in di bangunan utama Hotel berlantai 4.
    
Pegawai front office menyebutkan, 16 kamar kelas melati sudah ludes terisi. Hanya menyisakan kamar kelas deluxe hingga Big Room serta satu kamar kelas Tulip.“Semua kelas melati sudah isi. Paling ini ada satu lagi kelas Tulip harganya Rp 160 ribu permalam. Baru saja check out tamunya. Tunggu 15 menitan untuk di clean dulu,” ujar  penjaga kasir hotel berambut spike itu.
    
Wartawan koran ini, diminta untuk menunggu di sofa tamu berwarna krem. Lima menit menunggu, seorang pria paruh baya beruban menghampiri. Benar saja. Tanpa basa basi menawarkan PSK untuk menemani tidur.
    
Tak lama, petugas kasir memanggil menandakan kamar sudah siap. Seorang pegawai lain sembari membawa nampan berisi handuk serta air mineral menghampiri dan menggiring ke kamar Nomor 209. Letaknya berada di lantai dua hotel, sebelah kanan tangga. Ada 14 kamar dilantai dua, semua dalam keadaan terisi tamu hotel. 
    
Kamar berukuran 3x4 meter dengan sebuah kipas angin tepat di atas pintu balkon. Sebuah kasur dengan seprei berwarna putih bermotif bunga. Dua buah bantal yang sudah kempes serta selimut berwarna hijau. Fasilitas kamar mandi hotel nampak kumuh. Toilet duduk berwarna biru dengan kondisi rusak. Saluran pencuci tangan mampet ditambah shower yang bocor. Dinding kamar mandi dipenuhi lumut.
    
Prak-prak-prak!, suara langkah kaki perempuan terdengar mendekat ke kamar. Salah seorang pegawai hotel membukakan pintu dan mengenalkan perempuan bawaannya. PSK muda itu mengenakan baju hitam dengan kawat di gigi seraya melambaikan tangannya. “Ini bos, oke kan?. untuk harga nego di dalam saja,” bisik.
    
Namanya Astri, usianya baru 20 tahun. Tinggi sekitar 160 sentimeter dengan badan sedikit kurus. Kedua matanya dilapisi lensa kontak berwarna biru. Duduk di ujung dipan, Asri membuka negosiasi. Harga pertamanya Rp600 ribu untuk sekali kencan. “Rp600 ribu, pasaran disini, Rp500 ribu buat saya dan Rp100 ribu buat pegawai sininya,” tutur perempuan berambut panjang itu, seraya memegang sebatang rokok putih di tangan kananya.
    
Wartawan Koran ini mencoba menawar dengan harga Rp250 ribu. Negosiasi berlangsung hingga sepuluh menit. Ia memberikan tawaran terakhirnya Rp400 ribu untuk waktu berkencan maksimal dua jam. Harga pun disepakati. Ia bergegas menutup pintu kamar. Hingga lewat tengah malam, razia yang didengungkan tak kunjung terjadi.  
    
Asri kemudian minta di antar pulang. Tapi bukan ke Ciomas dimana dia bermukim. Melainkan di sekitar Jalan Juanda ,tepatnya di depan Hotel Salak. Atau bisa dibilang, selasar Istana Bogor yang notabene 'rumah baru' Jokowi. Dia mengaku akan kembali jualan di titik itu. “Iya ada presiden di Istana, emang kenapa" Kan enak malah lebih aman ga ada begal,” jelasnya. (gar/all)

BOGOR - Sudah setahun ini Presiden Joko Widodo tinggal di Bogor. Selama itu pula, eskalasi pengamanan di seputar Istana terus ditingkatnya.

Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News