Merayakan Konferensi Wartawan Asia Afrika
Kompetisi sepakbola yang mengiringi berlangsungnya KWAA memperebutkan Sukarno Cup.
"Pialanya dibikin seniman-seniman patung dari Yogyakarta," kata Muhidin M Dahlan, peneliti sejarah pers Indonesia kepada JPNN.com, dalam sebuah obrolan santai di kedai kopi pojok belakang gedung Dewa Pers, Kamis, 16 Februari 2017 lalu.
Dalam pidatonya, kepada para pendekar pena di benua Asia Afrika, Presiden Soekarno berpesan, jangan memisahkan jurnalistik dengan kenyataan politik imperialisme yang mengamuk di Asia dan Afrika.
Si Bung menyeru, lewat kerja jurnalistik dan sepakbola, umat manusia mesti disatukan dalam satu kapal imipian yang megah. Membangun dunia masa depan yang lebih baik.
Kompetisi sepakbola KWAA dimenangkan Mesir, setelah mengalahkan Cina. Keseblasan Indonesia di posisi 3 setelah menang dari Vietnam 3-1.
"Kompetisi Sepakbola yang diselenggarakan para jurnalis itu, menjadi tapak penting sebagai pra pembuka bagi lahirnya Olimpiade Negara Kiri yang bernama Ganefo tujuh bulan berikutnya di Indonesia, 10 November 1963," papar Muhidin.
Setelah memeriksa sejumlah literatur, entah kenapa, Rosihan Anwar yang digadang-gadang sebagai wartawan legendaris Indonesia itu tajam menyendir KWAA.
"Kaum komunis pintar sekali menggunakan Hartini dengan menjadikanya, misalnya, tokoh utama dalam usaha pengumpulan dana bagi Konferensi Wartawan Asia Afrika di Istana Bogor tahun yang lalu," tulis Rosihan Anwar dalam buku Sukarno, Tentara, PKI.