Merugikan, Kumpulan Dokter Desak Cabut Metode INA CBGs
jpnn.com, JAKARTA - Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu (PDIB) mendesak pemerintah untuk tidak menerapkan lagi Indonesian Case Base Groups (INA CBGs). Metode ini dinilai tidak relevan di Indonesia. Tak heran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan gagal menerapkan metode tersebut.
“INA CBGs harus diganti, penerapannya tidak cocok di Indonesia. Di Malaysia dan Thailand juga gagal dan tidak digunakan lagi. Komisi IX pada dengar pendapat yang terakhir sudah merekomendasikan agar INA CBG diganti,” kata Ketua PDIB Dr. James Allan Rarung, Sp.OG, M.M di Jakarta, Jumat (9/11).
Dalam skema INA CBGs, jasa kesehatan dibayar dalam bentuk gelondongan supaya lebih murah pembiayaannya. Nantinya biaya yang sudah dibayarkan itu akan dibagi-bagi berdasarkan kebijakan fasilitas kesehatannya masing-masing.
Sayangnya dana yang dibayarkan tidak masuk nilai keekonomian fasilitas kesehatan karena dana gelondongan tersebut harus dibayarkan untuk jasa tenaga medis, penggunaan alat-alat, pembelian obat dan operasional manajemen.
"Ternyata di lapangan fasilitas kesehatan juga tidak mau rugi. Selain itu dana yang dibayarkan juga sering telat. Bayangkan bisa telat tiga sampai enam bulan. Akhirnya mengganggu operasional dan juga pelayanan," kata Rarung.
Persoalan itu menurutnya baru titik pertama. Di titik kedua fasilitas kesehatan juga ikut menderita. Karena yang dibayarkan bukan saja kecil tetapi juga mandek. Sedangkan rumah sakit uangnya harus berputar. Sistem penerapan INA CBGs juga banyak menyebabkan kebocoran atau fraud.
Sudah menjadi hal lazim jika di lapangan banyak terjadi phantom billing alias pembiayaan palsu dengan menggunakan KTP warga yang seolah sedang menjalani perawatan padahal tidak. Selain itu juga banyak tindakan curang lainnya seperti masa rawat pasien ditambahkan beberapa hari dari waktu yang semestinya.
“Fraud ini menyebabkan pembiayaan yang harus dibayarkan menjadi lebih besar lagi. Jadi mengapa ini dipertahankan kalau yang saya pelajari, supaya BPJS Kesehatan bisa menunda pembayaran klaim,” tandasnya. (esy/jpnn)