Mestinya JICT Jadi Milik Indonesia Sepenuhnya
jpnn.com, JAKARTA - Anggota Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Pelindo II DPR Masinton Pasaribu menyatakan, Jakarta International Container Terminal (JICT) mestinya menjadi milik Indonesia sepenuhnya andai PT Pelindo II tidak memperpanjang kontrak kerja sama dengan Hutchison Port Holdings (HPH) yang mestinya berakhir pada 2019.
Menurut Masinton, perpanjangan kontrak HPH di JICT hingga 2039 justru menyebabkan kerugian negara hingga triliunan rupiah.
Politikus PDI Perjuangan itu pun membeber kronologis perpanjangan kontrak HPH di JICT yang sarat kejanggalan. Mulanya, ada Komite Pengawas Pelindo II yang dibentuk pada 1 Februari 2013. Tugas komite itu adalah menilai kontrak baru HPH untuk pengelolaan JICT.
Komite itu beranggotakan sejumlah tokoh independen. Ketuanya adalah mantan Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas.
Sedangkan anggotanya antara lain mantan pimpinan KPK Chandra M. Hamzah, analis finansial senior Lin Che Wei dan Ketua Dewan Pengurus Transparansi Internasional Indonesia (TII) Natalia Soebagjo. Ada pula pengacara senior di bidang finansial dan pasar modal, Ahmad Fikri Assegaf serta pengamat ekonomi Faisal Basri.
Masinton menambahkan, komite menilai perpanjangan konsesi JICT telah berjalan secara transparan dan memberikan keuntungan yang paling optimal bagi kepentingan Pelindo II dan Indonesia.
Contonya adalah kepemilikan saham Pelindo II di JICT kini menjadi mayoritas atau 51 persen. Pelindo juga mengantongi pendapatan dari sewa JICT senilai USD 85 juta, naik dua kali lipat daripada kontrak sebelumnya.
Pelindo II juga tidak perlu membayar biaya technical know how sampai tahun 2019 yang besarnya mencapai USD 41,3 juta.