Meutya Hafid Sebut Medsos Berpotensi Pengaruhi Informasi Politik di Indonesia
Pasalnya, jika informasi sesat yang terjadi di media sosial tidak diatasi maka akan terjadi polarisasi di tengah masyarakat. Tentunya hal ini akan merugikan banyak pihak.
“Algoritma menurut saya adalah tantangan terbesar dalam demokrasi terutama dalam konteks polarisasi politik, karena dia menghilangkan potensi untuk dialog, karena setiap orang ada di dalam echo chamber masing-masing kelompok dan sebaliknya di kelompok yang lain juga akan ditampilkan dengan informasi yang sama yang sesuai dengan kelompok tersebut, dan makin lama kita akan merasa semakin yakin bahwa apa yang diyakini adalah benar, itu berbahaya dan tidak sehat," ucapnya.
Salah satu konten kreator Ferry Irwandi sebagai mengatakan bahwa, seharusnya perbedaan dalam demokrasi dianggap sebagai sesuatu yang positif. Sehingga jangan hanya adanya perbedaan cara pandang dan pilihan politik malah membuat masyarakat terpolarisasi.
“Perbedaan dalam demokrasi seharusnya dianggap sebagai sesuatu yang positif, karena untuk apa demokrasi jika semua orang sama. Justru dengan mengenali perbedaan kita akan dapat menopang satu sama lain," ujar Ferry.
Selain itu, menyambut tahun politik di 2024, populisme atau keberpihakan terhadap rakyat menjadi salah satu topik yang sering dibicarakan. Sehingga populisme dianggap sebagai sebuah problematika di tengah meningkatnya perkembangan digital saat ini.
Menurutnya, populisme adalah salah satu cara berpolitik yang memainkan sentimen masyarakat.
"Namun, apakah populisme boleh? ya boleh saja, tetapi tugas kita sebagai warga negara adalah menjadi pemilih yang kritis, menjadi orang yang tidak gampang di dorong-dorong oleh sentimen, dengan milihat apa yang akan mereka kerjakan, apakah partai politik dan kandidat itu memenangi imajinasi kalian tentang masa depan," pungkas Ferry.(mcr10/jpnn)