Mimpi Sungai
Oleh: Dahlan IskanKalau sudah punya bahan, saya tenang. Bisa ditulis jam berapa saja. Tinggal tulis. Kalau belum punya bahan saya juga tenang: nanti siang kan bisa dapat bahan.
Kadang siangnya bisa dapat bahan beneran. Kadang tidak. Kalau sampai tengah hari belum dapat bahan saya juga tenang: nanti sore akan dapat.
Kalau sore belum dapat, masih juga tenang: nanti malam akan dapat.
Ketika sampai pukul 20.00 belum dapat bahan, barulah mulai meriang. Telepon sana-sini.
Sekuat-kuat keinginan untuk nonton Piala Dunia hanya bisa saya lakukan dengan cara melirik layar TV. Itu pun kalau teriakan komentatornya lagi memprovokasi.
Persoalannya: saya punya pekerjaan pokok. Misalnya hari tulisan pendek itu. Pukul 05.00 saya sudah harus siap-siap olahraga. Lalu ada rapat umum pemegang saham. Saya sendiri yang minta: pukul 07.30. Mereka menawar pukul 08.30. Saya tidak bisa. Harus ke bandara. Ada tamu yang harus dijemput. Dari luar negeri. Dari tiga negara. Mereka kumpul di Singapura agar bisa berangkat bersama.
Dalam keadaan normal saya bisa menulis di dalam mobil. Kang Sahidin yang pegang setir. Kali ini tidak bisa. Setir harus saya pegang sendiri. Tamunya empat orang.
Sehari penuh saya harus menemani mereka, bahkan saya lupa: sudah punya bahan tulisan atau belum.