Minim Teknologi Tapi Kaya Inovasi
Hampir setiap hari, Fransiskus dan seorang rekannya merekam beberapa video tanaman untuk bahan pembelajaran. Pelajaran di kelasnya juga tidak banyak mengandalkan buku, karena harganya yang mahal. Apalagi, desa itu jauh dari kota tentu sulit bagi para siswa untuk mencari buku pelajaran.
Fransiskus menuturkan, di sekolahnya belum ada perpustakaan sehingga video-video yang disiapkan sangat berharga untuk para siswa yang berjumlah 85 orang.
Berkat inovasi sederhana yang dilakukannya, Fransiskus pun mendapatkan penghargaan dari Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGRI). Penghargaan itu atas dedikasinya yang besar dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolahnya.
Fransiskus tak menyangka upaya sederhana itu malah membuahkan hasil. Penghargaan itu ingin ia persembahkan untuk kebanggaan sekolah dan teman-teman gurunya serta para siswa.
“Saya kaget ditelepon, disuruh ke Jakarta untuk menerima penghargaan. Saya rasa usaha saya ini hanya kecil, demi siswa saya bisa menjadi anak yang pintar,” kata Fransiskus dengan mata berkaca-kaca.
Setelah mendapat penghargaan ini, Fransiskus sangat berharap pemerintah memerhatikan peningkatan fasilitas dan mutu pendidikan sekolah-sekolah di pedalaman. Termasuk juga nasib para guru honorer.
Ia menyatakan, masih ada dua guru honorer yang membantu di sekolahnya. Fransiskus mengatakan, pemerintah seharusnya memperhatikan nasib guru-guru honorer yang rela mengabdi di daerah terpencil seperti itu.
“Di sekolah saya ada dua guru honorer. Gajinya hanya 250 ribu. Tapi orang tua murid berupaya bantu bayar mereka. Orang tua kumpul 75 ribu per tahun untuk tambahan gaji mereka. Semangat mereka luar biasa," kata Fransiskus.