Miris, Murid Terpaksa Belajar Lesehan dan Bawa Meja Lipat dari Rumah
"Perpusatakaan luasnya hanya 3 kali 7, sementara idealnya kelas 7 kali 8. Makanya kami pakai musala yang lebih luas," katanya.
Dia menyampaikan, tak hanya belajar di musala, di sekolah yang ia pimpin juga menerapkan tiga shift, dengan rincian wakt, masuk pagi dari pukul 07.00 WIB hingga pukul 11.00 WIB, shift siang dari pukul 11.00 WIB hingga pukul 14.30 WIB, sementara sore dari pukul 14.30 hingga pukul 16.30 WIB.
"Non stop, masuknya pagi, siang dan sore. Yang tak terapkan tiga shift hanya kelas atas, kayak kelas lima dan enam," terangnya.
Menurutnya, hal ini terjadi karena RKB di sekolah ini minim, sementara rombongan belajar banyak. Dari 15 RKB, harus menampung 34 rombel dengan jumlah siswa 1.515 siswa.
"10 tahun terakhir kami belum dapat RKB, sementara tiap tahun rombel nambah terus," ucapnya.
Akar permasalahan ini berawal sejak Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) beberapa waktu lalu. Sekolahnya yang hanya memiliki daya tampung siswa baru 108 siswa untuk tiga rombongan belajar (Perkelas 36 siswa), pada akhirnya harus menerima hingga 200 orang karena desakan masyarakat.
"Awalnya 108 dulu untuk tiga kelas, perkelaskan 36 orang. Lalu tambah lagi satu kelas, jadi 40 siswa perkelas. Akhirnya, jadi 50 perkelas, jadinya 200 semuanya," ungkap, Ketua Panitia PPDB, Noeraida.
Sebagai guru kelas, ia mengaku memaksakan anak dengan jumlah yang memenuhi ketentuan berpengaruh ke daya serap anak. "Apalagi mereka ini masih baru, kalau yang kelas atas kayak kelas 5 atau 6 masih bisalah daya serapnya," pungkasnya. (cr13)