Misbakhun Curigai Kepentingan Asing di Balik Kenaikan Tarif Cukai Hasil Tembakau
Misbakhun juga memperkuat argumennya dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Kor 2020 dari BPS menunjukkan prevalensi perokok pemula turun drastis.
Prevalensi perokok anak juga mengalami penurunan dari 9,1 persen pada 2018, menjadi 3,81 persen pada tahun 2021. "Malah pada 2021 angkanya turun lagi menjadi 3,69 persen," ucap Misbakhun.
Oleh karena itu, dia menganggap argumen BKF tentang kenaikan CHT untuk menurunkan prevalensi anak dan remaja yang merokok sudah tidak relevan.
"Itu semua sebagai argumentasi karena hanya karena para pengambil kebijakan di BKF diisi oleh agen global yang merupakan bagian yang menjalankan kepentingan Bloomberg Philanthropic yang anti-tembakau dengan melakukan implan kepentingan mereka pada jalur pengambil keputusan negara," ujar Misbakhun.
Wakil rakyat yang dikenal getol membela petani tembakau itu juga menyinggung soal DBH dari CHT. Menurut dia, total DBH CHT relatif kecil bila dibandingkan dengan seluruh penerimaan cukai.
Misbakhun mencontohkan daerah penerima DBH CHT, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Wakil rakyat asal Pasuruan itu menyatakan data di lima daerah tersebut memperlihatkan hanya sebagian kecil kegiatan yang didanai DBH CHT bisa terealisasi secara penuh atau mencapai 100 persen.
"Penggunaan DBH CHT juga sangat tidak berpihak pada petani tembakau. Isi peraturan penggunaan DBH CHT sangat sulit dilaksanakan untuk memperkuat kepentingan daerah penerimanya dan banyak menjadi SILPA (sisa lebih pembiayaan anggaran, red)," kata Misbakhun.