Misteri Bau Pesing di Kota Modern Shenzhen
Asiang yang lebih suka disapa Ahok itu menjelaskan, penduduk di Shenzhen harus bekerja lebih keras untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Di Shenzhen, Ahok menjamin tak akan sering ditemukan penduduk yang sedang nongkrong bersantai-santai menikmati waktu.
"Semua ada jamnya. Itu makanya saya suka di negara Anda, tempat nongkrong dan santainya banyak," ucap Ahok, warga Shenzhen yang sangat lancar berbahasa Indonesia itu.
Di Shenzhen, Anda juga tak menemukan sepeda motor. Kepadatan lalu lintas (tak separah Jakarta) di sana diisi oleh mobil-mobil keren luar negeri dan lokal seri-seri terbaru. Selain mobil, warga Shenzhen pergi ke tempat aktivitasnya dengan berjalan kaki, atau beberapa menggunakan sepeda.
"Tak ada izin sepeda motor di sini. Kalau Anda melihat sepeda motor, itu hanya beberapa warga yang menggunakannya untuk operasional jarak dekat," tutur Ahok.
Tour guide berusia 38 tahun itu menjelaskan, pemerintah Shenzhen saat ini sudah membatasi izin pelat nomor seluruh kendaraan di kota yang pada tahun 2012 memiliki penduduk sebanyak 15 juta jiwa itu.
"Tiga atau empat tahun lalu, pelat nomor bisa keluar sebanyak 4-5 juta pelat dalam setahun. Namun sekarang dibatasi seratus ribu per tahun. Dan persamaannya dengan Jakarta, pelatnya B," tandasnya.
Di Shenzhen dan banyak kota lainnya di Tiongkok, penduduk juga dibatasi hanya boleh memiliki satu orang anak. "Namun sekarang aturan itu mulai dibahas lagi, mengingat saat ini di Shenzhen kaum mudanya semakin sedikit," terang Ahok.
Namun di tengah modern dan tertatanya kehidupan di Shenzhen, tetap ada yang aneh buat pendatang seperti dari Indonesia.