MK Diminta Cegah Manipulasi Pemilu 2019, Nih Caranya
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago mendorong Mahkamah Konstitusi (MK) mencegah tindakan manipulatif dalam Pemilu Serentak 2019. Salah satu caranya adalah mengabulkan judicial review terkait ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) di UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Direktur eksekutif Voxpol Center itu menilai aturan presidential threshold di UU Pemilu hanya akal-akalan penguasa dan pendukungnya untuk melanggengkan kekuasaan di pesta demokrasi lima tahunan. Apalagi menggunakan hasil pemilu 2014 sebagai acuan Pemilu Serentak 2019, merupakan bentuk manipulasi suara pemilih.
“Jadi ini adalah akal-akalan dan tindakan manipulatif pemerintah berkuasa. Saya yakin kalau negara ini tunduk pada kehendak hukum bukan ditaklukkan realitas kekuasaan politik, MK akan membatalkan presidential threshold 20 persen,” ucap Pangi di Jakarta, Senin (9/10).
Mengacu pada Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945, dinyatakan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
Secara konstitusi, UUD tidak mengharuskan adanya besaran persentase untuk presidential threshold. Terlebih lagi adanya putusan MK yang mengharuskan digelarnya pemilu legislatif (pileg) dan pilpres secara serentak.
Pangi menambahkan, menghapus aturan presidential threshold di UU Pemilu diharapkan bisa menaikkan tingkat partisipasi politik masyarakat dan menekan angka golongan putih (golput) ideologis, teknis dan administratif. Sebab, akan banyak kandidat capres-cawapres alternatif yang bisa dipertimbangkan rakyat untuk dipilih sebagai pemimpinnya.
"Namun saya melihat presidential threshold 20 persen adalah cara pemerintahan membendung agar tak muncul tokoh baru atau figur alternatif. Saya yakin MK akan mengabulkan judicial review ini. MK adalah gerbang terakhir bagi pencari keadilan," tambahnya.(fat/jpnn)