MK Tolak Uji Materi Pernikahan Beda Agama
jpnn.com - JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan uji materi terhadap Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Utamanya terkait perkawinan beda keyakinan atau agama. Menurut hakim, undang-undang tersebut sama sekali tidak melanggar konstitusi.
"Mahkamah berpendapat bahwa permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum, dan menolak seluruh permohonan yang diajukan pemohon," ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat, dalam sidang putusan di Gedung MK, Kamis (18/6).
Hakim menilai agama menjadi landasan utama bagi komunitas, individu, dan mewadahi hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sementara negara, menurut hakim, berperan menjamin kepastian hukum, serta melindungi pembentukan keluarga yang sah.
Bunyi pasal yang menyatakan bahwa perkawinan dianggap sah apabila dilakuan menurut masing-masing agama dan dicatat sesuai aturan perundangan, bukanlah suatu pelanggaran konstitusi. Hakim berpendapat bahwa perkawinan tidak boleh dilihat dari aspek formal, tapi juga aspek spiritual dan sosial.
Perkara ini teregistrasi dengan Nomor 68/PUU-XII/2014. Pemohon perkara ini adalah empat orang warga negara Indonesia atas nama Damian Agata Yuvens, Rangga Sujud Widigda, Varida Megawati Simarmata, dan Anbar Jayadi.
Mereka menguji Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang berbunyi "Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu."
Pemohon merasa hak-hak konstitusionalnya berpotensi dirugikan dengan berlakunya syarat keabsahan perkawinan menurut hukum agama.
Menurut pemohon, pengaturan perkawinan sebagaimana yang tercantum dalam aturan tersebut akan berimplikasi pada tidak sahnya perkawinan yang dilakukan di luar hukum masing-masing agama dan kepercayaannya, misalnya nikah beda agama.
Selain perbedaan agama, MK juga menolak permohonan uji materi mengenai batas usia perkawinan bagi perempuan.