Mobil Listrik APEC Pakai Dana Sponsorship BUMN
jpnn.com - JAKARTA – Dahlan Iskan memenuhi panggilan penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung untuk menjelaskan proyek mobil listrik, kemarin (17/6). Sebagai saksi, mantan Menteri BUMN itu diminta menjelaskan proyek yang didanai anggaran sponsorship tiga perusahaan negara itu.
Dahlan menjalani pemeriksaan lebih dari delapan jam dengan didampingi kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra. Ada 32 pertanyaan yang dijawab Dahlan. Salah satunya terkait peran Dahlan sebagai menteri BUMN saat pengadaan mobil listrik terjadi.
Yusril mengatakan, peran kliennya dalam proyek itu hanya meneruskan gagasan agar Indonesia memiliki mobil listrik untuk mengatasi persoalan BBM. ’’Gagasan itu beberapa kali disampaikan dalam rapat kabinet dan pidato presiden (Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono),’’ ujar mantan menteri kehakiman dan HAM tersebut.
Presiden SBY kala itu juga mendorong berbagai pihak agar Indonesia bisa pamer mobil listrik saat penyelenggaraan KTT APEC di Bali, Oktober 2013. Ide tersebut ditindaklanjuti Dahlan dengan menggelar rapat staf.
Rapat itu membahas cara pengadaan mobil listrik yang tak melanggar aturan. Akhirnya, muncul ide anggaran diambilkan dari dana sponsorship perusahaan BUMN. ’’Bukan dana corporate social responsibility (CSR) seperti yang disebutkan selama ini,’’ kata Yusril.
Dana sponsorship BUMN digunakan karena pengadaan tersebut tak dianggarkan dalam APBN. ’’Sampai di situ saja peran Pak Dahlan. Tak ada lainnya,’’ tegas Yusril.
Dahlan juga tidak mengarahkan perusahaan pelat merah mana yang harus menyediakan dana sponsorship. Dia hanya menawarkan, BUMN mana yang berminat menjadi sponsor. Ternyata ada tiga perusahaan negara yang menawarkan diri. Yakni, PT Pertamina, PT Perusahaan Gas Negara (PGN), dan PT BRI. Kontrak dan mekanisme pengerjaan sepenuhnya urusan perusahaan yang menjadi sponsor dengan pembuat mobil listrik, Dasep Ahmadi.
Dalam perjalanannya, terjadi keterlambatan penyelesaian mobil listrik. Terjadi saling menyalahkan antara BUMN dan Dasep Ahmadi. Dasep mengaku keterlambatan terjadi karena pembayaran dari perusahaan BUMN tidak lancar. Sebaliknya, perusahaan BUMN menyebut pengerjaan Dasep yang lelet.