Mogok Kerja hingga Demonstrasi Menolak Dipanggil Sayang
Memanfaatkan sorotan terhadap perempuan, para aktivis di Tiongkok mengkritik para pebisnis yang menyebut International Women’s Day sebagai Queens’ Day atau Goddesses’ Day. Hari untuk Ratu atau Hari untuk Sang Dewi.
Tampaknya, istilah itu memang mengandung pujian. Tetapi, inti sanjungan tersebut hanyalah ajakan pemborosan. Sebagian besar peritel di Tiongkok memberikan diskon besar untuk produk-produk yang identik dengan perempuan pada hari tersebut.
Di Mumbai, India, belasan model tampil dalam pergelaran busana khusus. Semua yang berlenggak lenggok di atas catwalk adalah penyintas serangan air keras.
Awalnya mereka ragu untuk ikut dalam pertunjukan itu. Mereka tidak siap memamerkan wajah cacat dalam riasan make-up. Namun, keraguan itu sirna setelah tahu bahwa mereka tidak sendiri.
’’Kita harus bangga menjadi perempuan. Tidak ada seorang pun yang bisa merenggut kebanggaan itu. Perempuan adalah lambang cinta dan perdamaian,’’ kata Laxi Agarwal, salah satu penyintas yang jadi model malam itu.
Sementara itu, di Ukraina, aksi protes terjadi di dunia maya. Melalui Facebook, para jurnalis perempuan menggelorakan protes terhadap para politikus yang suka seenaknya memanggil mereka dengan sebutan sayang.
Termasuk Presiden Petro Poroshenko. ’’Saya bukan sayangmu.’’ Demikian bunyi slogan yang dikutip Associated Press kemarin.
Sebelumnya, di Rusia, tiga jurnalis menggugat Leonid Slutsky yang sering melecehkan mereka. ’’Dia marah saat saya menolak tawarannya untuk meninggalkan BBC dan menjadi asistennya. Dia malah mengatakan bahwa saya sengaja menghindar karena tidak mau diciumnya,’’ ungkap Farida Rustamova sebagaimana dilansir The Guardian.