Mudik ke Kampung Rohani dalam Tradisi Islam
Oleh: Dr Biyanto*jpnn.com - HAMPIR sebulan penuh Ramadan 1434 Hijriah terlewati. Seluruh umat Islam berlomba-lomba mencari pahala sebesar-besarnya dari Allah SWT selama bulan penuh berkah itu.
Tidak hanya menjalankan ibadah puasa, banyak umat Islam yang tidak ingin menyia-nyiakan waktu untuk beribadah, baik membaca Alquran, menjalankan salat sunah, salat berjamaah, mengikuti ceramah-ceramah dari para mubalig, maupun berbuat kebaikan seperti bersedekah. Kedekatan diri terhadap sang khalik pun semakin terasa begitu mendalam.
Dalam perspektif tasawuf, perasaan dekat dengan Allah itu disebut dengan muraqabah. Merasa dekat dengan Allah itulah sesungguhnya esensi nilai-nilai ketakwaan yang menjadi tujuan puasa (QS Al Baqarah: 183).
Puasa telah mengajarkan makna kehadiran Allah dalam hidup. Dengan kata lain, melalui puasa kita merasakan Allah benar-benar bersifat omnipresent. Kesadaran itu membuat orang yang berpuasa mampu menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang bisa merusak ibadah puasa.
Tantangan kita selanjutnya adalah menjaga amalan baik yang telah dilakukan selama Ramadan untuk dibudayakan sepanjang tahun. Namun, dalam proses kedekatan diri kepada Allah tersebut, terdapat fenomena yang khas dan unik di seantero Nusantara saat mendekati pengujung Ramadan. Yaitu, tradisi mudik Lebaran.
Tradisi mudik Lebaran seakan menjadi ritual bagi seluruh kalangan. Baik kalangan ekonomi menengah ke bawah maupun ke atas ikut menikmati tradisi tersebut. Hawa kampung halaman dan berkumpul keluarga terasa sangat kental.
Dalam budaya Jawa ada istilah sangkan paraning dumadi. Sangkan paran berarti asal mula tujuan atau arah dan dumadi berarti kejadian atau yang terjadi. Seseorang harus berusaha menggapai kesadaran hidup. "Tujuanmu apa? Untuk apa?Dan ke mana?''
Sedangkan mudik (menuju udik) atau pulang ke kampung halaman/desa, dari hilir (perantauan) kembali ke hulu (kampung halaman), memiliki berbagai motivasi yang menyertai para pemudik. Misalnya, rindu kampung halaman, sungkem orang tua, silaturahmi dengan saudara, nyekar anggota keluarga yang telah meninggal dunia, dan bahkan ada yang ingin berbagi kebahagiaan dengan sesama.