Mutasi Besar-besaran Ala Jenderal Gatot Dinilai Tidak Etis
jpnn.com, JAKARTA - Mutasi besar-besaran di TNI adalah hal biasa. Tapi tidak jika mutasi tersebut dilakukan jelang pergantian panglima.
Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan, tindakan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo merotasi 85 perwira tinggi TNI tidak etis.
"Jelas tidak etis karena melanggar kepatutan dalam berorganisasi," jelas Hendardi lewat keterangan tertulis, Rabu (6/12).
Bahkan, jika mengacu pada UU Aparatur Sipil Negara yang mengatur pengisian jabatan-jabatan tinggi madya dan utama, yang mensyaratkan adanya pertimbangan dari Tim Penilai Akhir (TPA) dan persetujuan presiden, maka mutasi tersebut bisa dianggap cacat administratif.
Hendardi akui tidak ada aturan detail mengatur mutasi di tubuh TNI karena prinsip kepatuhan pada pimpinan dan dianggap sebagai urusan rumah tangga institusi. Panglima TNI memiliki kewenangan tak terbatas dalam soal mutasi.
"Karena itu di masa yang akan datang perlu dipikirkan suatu regulasi yang mengikat terkait mutasi di masa transisi kepemimpinan. Belajar dari UU Pilkada dan UU ASN, larangan mutasi itu jelas diatur tata caranya, termasuk larangan mutasi di masa transisi," ungkapnya.
Dalam kaitan kepala daerah, larangan itu ditujukan untuk menghindari politicking suatu jabatan dalam pertarungan politik.
Tetapi jabatan panglima TNI juga harus dipandang sebagai jabatan publik dan politis. Karena pengisian jabatan ini dilakukan melalui mekanisme politik yakni melalui presiden dan persetujuan DPR.