Nadiem: Kita Sedang Berada dalam Situasi Darurat Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi
Dampak dari satu kejadian bisa dirasakan seumur hidup.
Sebab, hal itu berdampak psikologis seumur hidup.
Dia memberi contoh bagaimana seorang mahasiswi yang mengalami kekerasan seksual di kampus mencoba melapor tetapi tidak ditanggapi, depresi dan akhirnya meninggalkan kampus.
Nadiem menyatakan tidak mungkin kampus dapat menyediakan pembelajaran yang berkualitas apabila dosen, mahasiswa, maupun tenaga kependidikan tidak merasa aman dan nyaman.
“Kita sudah memiliki beberapa UU, tetapi memiliki kekosongan pada perguruan tinggi. Kita memiliki UU anak, tetapi itu hanya di bawah 18 tahun. Ada UU PKDRT, tetapi hanya dalam lingkup rumah tangga. Kita punya UU TPPO tetapi hanya pada menjerat sindikat perdagangan manusia,” katanya.
“Jadi ada kekosongan karena yang belum terlindungi usia di atas 18 tahun, belum atau tidak menikah, dan tidak terjebak sindikat perdagangan manusia,” tambahnya.
Oleh karena itu, Nadiem menuturkan perlu adanya aturan yang spesifik dan khusus dalam melindungi warga kampus.
Dia juga menyebut ada beberapa keterbatasan dalam penanganan kasus kekerasan seksual dalam KUHP saat ini, yakni tidak dapat memfasilitasi identitas korban yang tidak diatur peraturan lain, tidak mengenali kekerasan berbasis gender online (KGBO) dan hanya mengenali bentuk perkosaan dan pencabulan.