Nasib Inggris setelah Referendum Putuskan Berpisah dengan Uni Eropa
jpnn.com - LONDON - Kubu British Exit alias Brexit tak sabar untuk segera cabut dari Uni Eropa setelah memenangi referendum. Setelah UE mendesak Perdana Menteri (PM) David Cameron segera menetapkan tanggal ’’perceraian’’, Boris Johnson langsung bertindak.
Mantan wali kota London itu siap membentuk pemerintahan baru. Ketika mengumumkan pengunduran diri setelah hasil referendum tidak berpihak kepadanya, Cameron menyebut awal Oktober sebagai tanggal resmi dirinya meninggalkan Downing Street 10.
Sebagai ketua Partai Konservatif, dia perlu melakukan pertemuan internal dengan partainya untuk menunjuk pengganti. Proses pergantian ketua partai sekaligus kepala pemerintahan Inggris itu kira-kira membutuhkan waktu empat bulan.
Bagi Cameron, empat bulan adalah waktu yang singkat. Sebab, begitu banyak urusan yang harus diselesaikan sebelum Oktober. Di antaranya, pergolakan politik dan dampak perekonomian.
Agenda paling mendesak adalah merangkul Skotlandia yang sudah ancang-ancang hendak menggelar lagi referendum kemerdekaan. Itu disebabkan arti UE bagi Skotlandia jauh lebih penting daripada Inggris di sisi perekonomian.
Ancaman Skotlandia dan gonjang-ganjing perekonomian itu jelas membuat Cameron sibuk. Tapi, UE tidak mau tahu urusan tersebut. Organisasi terbesar Eropa itu mendesak pemimpin 49 tahun tersebut bisa berunding dengan UE secepatnya.
Tidak perlu menunggu sampai PM baru terpilih. Tidak perlu menunggu sampai Oktober. Sebab, ketidakpastian nasib UE pasca-Brexit tidak boleh dibiarkan terlalu lama.
’’Saya tidak tahu mengapa pemerintah Inggris butuh waktu sampai Oktober untuk memutuskan tanggal ’perceraian’ dengan Brussel (UE),’’ kata Ketua Komisi Eropa Jean-Claude Juncker dalam wawancara dengan media Jerman, ARD, Jumat malam (24/6) waktu setempat.