Negara Maju Kampanye Pidato, Bukan Dangdutan
jpnn.com - Kampanye dengan menggelar dangdutan sepertinya masih marak di pemilu nanti. Beberapa penyanyi dangdut mengaku sudah dikontrak parpol tertentu untuk pentas dalam kampanyenya. Gaya kampanye seperti ini dicibir sebagian besar publik di dunia maya.
Di twitter, account @Husen_Jafar menilai, kampanye dengan menggelar dangdutan tidak bermutu. Apalagi sebagian penyanyi dangdut sering menampilkan joged erotis.
Account @RezaYellow46 mengtakan, cara kampanye dengan menggelar dangdutan sangat norak. “Di negara maju, mereka kampanye politik berpidato. Di Indonesia, kampanye cuma ngundang artis dangdut,” keluhnya.
Presenter berita top Karni Ilyas dalam account twitternya @karniilyas berharap, di pemilu nanti tidak ada lagi pertunjukan musik dangdut dalam kampanye politik. Alasannya, informasi politik tidak tersampaikan dengan baik, karena massa yang hadir justru lebih menikmati dan mengingat artis dangdutnya.
“Mungkinkah ke depan kampanye politik tak perlu lagi pakai pertunjukan dangdut," harapnya.
Account @arbainrambey prihatin melihat masih banyaknya kampanye politik yang mengandalkan pertunjukan dangdut. Padahal, setelah pentas sering terjadi kerusuhan. “Dalam kampanye dengan artis dangdut yang massanya banyak, sebaiknya selalu bersiap untuk kerusuhan," kicaunya.
Tweeps dengan account @Ratridhea mengaku heran atas kebijakan parpol yang masih saja menggunakan jasa pedangdut untuk menarik massa. Padahal, visi misi partai tidak akan tersampaikan melalui dangdutan. "Kenapa mesti dangdut? uuuh," kicaunya.
Sedangkan account @notaslimboy menduga, kampanye dengan mengundang artis sengaja direncanakan politisi tertentu agar setelah jadi anggota DPR mereka bisa langsung dekat dengan penyanyi yang dikontraknya. “Penyanyi dangdut kebanjiran order dari partai untuk kampanye. Selesai pemilu, lanjut deh jadi istri siri,” sindirnya.