Nerror Istana
Oleh: Dhimam Abror DjuraidDi masa Gus Dur siapa saja boleh masuk Istana. Aturan yang ketat soal pakaian nyaris dihilangkan. Para kiai datang ke Istana menemui presiden dengan bersarung dan bersandal. Gus Dur sendiri suka memakai celana pendek ketika bersantai di Istana.
Pada era SBY kesakralan istana ditata kembali sesuai protokol baku. Sebagai seorang jenderal tentara SBY menempatkan aturan dan disiplin ketat dalam setiap hal, termasuk tata cara pengelolaan istana.
Pada era Jokowi Istana dikembalikan sebagai rumah rakyat. Hal itu dibuktikan dengan acara open house yang dilakukan Jokowi di Istana saat perayaan Idulfitri sebelum ada pandemi. Dalam acara itu Istana dibuka untuk rakyat yang bebas masuk untuk berhalal bihalal dengan presiden.
Konsep kekuasaan Jokowi lebih mirip dengan Pak Harto daripada dengan Gus Dur. Sebagai sesama pengamal kejawen, Pak Harto dan Jokowi menganggap Istana adalah lambang kekuasaan yang sakral.
Ketika Istana dibuka untuk open house, rakyat datang bukan untuk halalbihalal, tetapi untuk sowan dan seba kawula kepada raja.
Jokowi menjaga kesakralan Istana dengan teliti dan terukur. Karena itu ketika ada tamu yang memakai ruang Istana tanpa sepengetahuannya, tentu ada kegusaran di hatinya.
Namun, sebagai Raja Jawa Jokowi pandai menyembunyikan emosinya sebagaimana kebiasaan Pak Harto.
Selingkuh di Istana tidak sehoror selingkuh ala Nessie Judge yang benar-benar 'nerror'. Namun, gestur politik Megawati--yang terang-terangan mempertemukan Prabowo dengan Puan di Istana--bisa menjadi fenomena politik yang ‘’Nerror’’ bagi Jokowi. (*)
Yuk, Simak Juga Video ini!