Neta IPW: Saya juga Ribut Sama Polisi, Gebuk-gebukan
jpnn.com, JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) kerap memberikan kritik terhadap Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Lembaga yang kini digerakkan oleh Neta S Pane itu bahkan terkesan paling menonjol dalam menyoroti kinerja Korps Bhayangkara.
Neta mencertikan bahwa IPW didirikan pada akhir 1998. Yakni setelah Presiden Kedua RI Soeharto tumbang pada Mei 1998.
IPW, kata mantan wartawan itu, tepat didirikan bersama dengan Indonesia Corruption Watch (ICW).
"Kenapa kami konsen di polisi, karena sejak 1983 itu, saya liputannya di lingkungan Polri. Jadi banyak kenalan polisi, tahu persis sikap dan perilaku mereka seperti apa. Bahkan di awal-awal sering ribut sama polisi. Saya juga ribut sama polisi, gebuk-gebukan, akhirnya saya dibawa ke kantor pos polisi meskipun komandannya berdamailah, kita berteman," kata Neta saat berbincang dengan JPNN.com dalam program Ngobrol Politik (Ngompol).
Saat itu Neta juga melihat banyak masyarakat mengeluhkan kinerja Polri. Akhirnya, Neta bersama 14 teman-temannya dari kalangan wartawan juga mendirikan IPW.
"Waktu itu, perjuangan pertama kami ikut memisahkan Polri dari TNI. Kami lihat sangat tidak sehat kalau polisi di bawah TNI, karena sikap Porti itu kan harusnya lebih humanis, kalau militer itu lebih keras. Kita melakukan pendekatan ke institusi pemerintah, melakukan diskusi-diskusi, kami buat revisi undang-undang versi IPW yang kemudian kita serahkan ke DPR, ke partai-partai politik, ke pemerintah," jelas Neta.
Meski demikian, Neta melihat perjuangannya terhadap Polri tidak berubah manis saat ini.
Bahkan banyak nilai-nilai yang diperjuangkan dulu melenceng saat ini. Neta melihat banyak oknum polisi arogan, memeras masyarakat bahkan menjadi predator rakyat.
"Terakhir itu ada kasus pemerkosaan di Bintaro, korban sudah melapor setahun yang lalu, polisi tidak menanggapi, kemudian malah korban diteror pelakunya. Dia tidak tahu mengadu harus ke mana, dia akhirnya mengadu ke medsos," kata Neta.
Kasus yang dimaksud adalah pemerkosaan terhadap AF (24) yang diduga dilakukan Raffi Idzamallah alias Gondes (19) pada 13 Agustus 2019.
Korban sempat melapor kepada polisi sehari setelah kejadian. Namun, kasus itu tidak disikapi secara serius.
Setelah viral, akhirnya polisi menindaklanjutinya.
"Artinya kalau polisi mau bekerja serius bisa ditangkap. Hal inilah yang membuat kami kecewa dengan kinerja dan sikap perilaku polisi sekarang. Makanya kami kritisi terus supaya polisi bisa lebih baik," jelas Neta. (tan/jpnn)
VIDEO: Kalau Perlu Audit Semua Jenderal Polisi, Berani?