Nih Yang Mau Tahu Riuh Rendah Sejarah Hari Pers
Tanggal 7 Desember kembali mengemuka pada 2010. Setelah PWI, Taufik Rahzen cs, kini giliran Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
Kamis, 22 Juli 2010 AJI menyelenggarakan workshop di Newseum Cafe, Jl. Veteran Jakarta Pusat. Pesertanya para sejarawan.
Antara lain, Asvi Warman Adam (peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, LIPI), Suryadi (kandidat doktor, dosen dan peneliti pada Opleiding Talen en Culturen van Zuidoost-Azie en Oceanie, Universiteit Leiden, Belanda) dan Taufik Rahzen (penulis buku Seratus Tahun Jejak Pers Indonesia).
Dalam workshop itu, diundang pula Atmamakusumah Astraatmadja (tokoh Dewan Pers dan pendiri Lembaga Pers Dr Soetomo) dan Ignatius Haryanto (pendiri LembagaStudi Pers dan Pembangunan).
AJI juga mewawancarai Dr. Taufik Abdullah (sejarawan senior LIPI) dan sejarawan Anhar Gonggong.
Dari serangkaian kajian itu, AJI menyimpulkan bahwa Hari Pers Nasional (HPN) yang diperingati tiap 9 Februari--berlandaskan ulang tahun PWI--tidak punya pijakan sejarah yang kuat.
Mengingat, jauh sebelum PWI sudah ada organisasi pers di negeri yang hari ini bernama Indonesia.
"Yang paling menonjol adalah Inlandsche Journalisten Bond (IJB). Organisasi ini berdiri tahun 1914 di Surakarta," ungkap Nezar Patria, Ketua Umum AJI dalam rilis bertajuk Revisi Hari Pers Nasional, yang diterbitkan 6 Agustus 2010.