OIC Youth Indonesia Gelar Seminar Tentang Masyarakat Uighur
"Pemerintah Tiongkok menghilangkan statistik di Xinjiang pada akhir 2019, menyulitkan pemantauan dunia," ungkapnya.
Idris juga menyoroti isu kerja paksa yang menimpa warga etnis Uighur, ketika dipaksa bekerja 12 jam sehari dan diharuskan mengikuti kelas pembelajaran Partai Komunis pada malam hari.
"Pembatasan kebebasan beragama juga menjadi isu serius, dengan keluarganya ditahan di kamp konsentrasi," ujarnya.
Menurut Idris, dalam perjalanan seminar mereka, pihaknya membawa laporan dan buku untuk menguraikan situasi di Uighur, membahas islamofobia, serta memberikan pemahaman mendalam mengenai sejarah dan budaya Uighur.
"Misi Center for Uyghur Studies adalah mempelajari sejarah, budaya, politik Uighur, dan mempromosikan karya sastra serta tokoh sejarah Uighur kepada dunia," ucapnya.
Dia juga menyampaikan hasil penilaian UN Human Rights Office of the High Commissioner (OHCHR) terhadap kekhawatiran hak asasi manusia di Wilayah Otonom Uyghur Xinjiang, Republik Rakyat Tiongkok.
"OHCHR menyuarakan keprihatinan yang serius terhadap situasi di Xinjiang, yang semakin menunjukkan urgensi untuk tindakan internasional," ujar Idris.
Masih di forum yang sama, peneliti Uighur Imam Sopyan menyoroti sejarah panjang bangsa Uyghur sejak abad 5 dan 6. Dia menyampaikan bahwa situasi HAM yang dialami dapat dikategorikan sebagai genosida.