Ojo Mangan Sengsu
jpnn.com - JOGJA – Yogyakarta tidak hanya dikenal sebagai daerah yang punya banyak tujuan wisata. Salah satu daerah istimewa di Indonesia itu juga dikenal punya banyak lokasi kuliner.
Yang paling kesohor, tentu saja gudeg. Tapi, belakangan Jogja juga dikenal karena kuliner yang terbuat dari daging anjing atau tongseng asu alias sengsu.
Hal itu pula yang mengundang keprihatinan Animal Friends Jogja (AFJ). Mereka menggelar aksi di Titik Nol Kilometer Jogja, Sabtu (4/4) untuk menyuarakan kampanye bahwa anjing bukan makanan.
“Sangat memprihatinkan, Jogja banyak kuliner yang enak dan sehat, tapi belakangan ini yang makin dikenal justru sengsu,” ujar Program Manager AFJ, Angelina Pane seperti dikutip Radar Jogja.
Menurutnya, berdasarkan UU Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan maupun aturan WHO, anjing tidak termasuk hewan yang dikonsumsi. Selain itu, AFJ juga mengkhawatirkan bahwa mengonsumsi daging anjing bisa menyebabkan beredarnya kembali penyakit rabies di DIY dan sekitarnya.
Merujuk pada investigasi selama 1,5 tahun yang dilakukan AFJ dan Jakarta Animal Aid Network (JAAN), anjing yang didatangkan ke DIJ berasal dari wilayah Jawa Barat dan Bali. Padahal, kedua daerah itu belum bebas rabies.
“Perdagangan anjing untuk konsumsi manusia ternyata penyebab terbesar penyebaran rabies. Itu yang harus diwaspadai,” ungkap Ina, sapaanya.
Dari hasil investigasi AFJ terungkap bahwa satu supplier besar di wilayah Ganjuran, Bantul, saja sekali memasok bisa mencapai 60 ekor anjing untuk dikonsumsi. Padahal dalam seminggu, bisa dua hingga tiga kali pengiriman.
Jenis anjing yang dibutuhkan pun beragam. “Ini di luar penangkapan dan pembunuhan yang dilakukan pribadi atau di tingkat rumahan,” terang Angelina.
Di wilayah Jogja sendiri, lanjutnya, ada kecenderungan peningkatan lokasi warung sengsu yang tersebar di lebih dari 50 titik. Jumlah itu belum termasuk yang di wilayah pinggiran kota.