Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Omongan Pengamat Ini Menohok PKS

Senin, 25 April 2016 – 12:44 WIB
Omongan Pengamat Ini Menohok PKS - JPNN.COM
Massa PKS. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Peneliti Utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menilai perlawanan Fahri Hamzah kepada PKS merupakan langkah wajar. Sebab menurut Siti, PKS tidak konsisten dalam menyikapi para kadernya yang dinilai merugikan partai.

"Wajar Fahri melawan sebab PKS tak konsisten. Kalau Fahri dinilai melanggar aturan partai, tak bisa mewakili partai, maka harus ada konsistensi dalam memberikan penalti bagi kader yang melalukan pelanggaran serupa. Kalau koruptor seperti mantan Presiden PKS, Lutfi Hasan Ishak atau mantan Gubernur Sumut, Gatot Pudjo Nugroho, atau Arifinto yang menonton film porno tidak dipecat, Fahri harusnya juga tak dipecat," kata Siti di Jakarta, Senin (25/4).

Mestinya lanjut Siti, hal tersebut cepat direspon agar PKS tidak terkena fitnah oleh argumentasi Fahri bahwa ada keputusan yang diskriminatif terhadap dirinya. 

"Kalau dibaca, sebenarnya Fahri menuntut kenapa koruptor tidak dipecat? Sedang Fahri yang kritis dinilai jauh lebih mempermalukan partai ketimbang para koruptor," jelasnya.

Sikap elit PKS seperti ini jelas Siti, tentu tidak pas sehingga membuat PKS tidak lagi menjadi partai kader dan sama dengan partai-partai lainnya yang menjadikan ketua umumnya sebagai dewa pengambil keputusan yang mutlak.

"Ketua umum dalam partai kader yang modern harusnya manager saja. Tapi yang terjadi bisa jadi capres, jadi cawapres, memecat kader yang berseberangan. Kalau seperti ini, PKS mengalami kemunduran. Ketua umum yang enjoy disanjung-sanjung tentunya tidak reformis," jelasnya.

Ketua umum yang reformis ujarnya, justru akan mendorong kader-kadernya yang potensial untuk maju. Dia akan mengelola perbedaan dengan kelihaian dan menjadikan partai sebagai rumah bagi kadernya berkreasi bukan dengan otoriter membangun dinasti.

"Dalam partai yang demokratis, tidak ada suara kader yang berbeda dipendam apalagi sampai memecat. Kalau seperti ini tidak ada bedanya dengan partai dinasti," imbuhnya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News