Orang Dalam
Oleh Dahlan IskanSatu-satunya yang membuat saya tenang adalah: saya sendiri tidak menginginkannya. Saya tidak melamar. Saya tidak merengek. Saya tidak kasak-kusuk.
Saya adalah orang yang ditugasi. Itu pun sudah saya tolak. Berkali-kali. Saya sudah sangat mapan. Saat itu. Saya juga baru sembuh. Saat itu. Dari kanker stadium akhir.
Saya sudah terlanjur berjanji pada diri sendiri. Untuk tidak akan mengais-ngais rezeki lagi.
Ini hanya karena tugas. Dari seorang presiden. Maka saya tidak bisa menolak terus. Dari Presiden SBY.
Dengan perasaan 'bersalah' seperti itu saya datang ke kantor pusat PLN. Di hari kedua setelah pelantikan. Dengan menggunakan dasi dadakan. Yang saya pinjam dari Satpam PLN. Satpam itu terpaksa melepas dasi hitamnya. Buru-buru.
Hari itu saya sangat bisa maklum: banyak spanduk dipasang di kantor pusat PLN. Isinya: menolak kedatangan saya. Pagar keliling gedung pun penuh dengan spanduk: mencurigai saya.
Demikian juga di puncak gedung berlantai 17 itu. Saya lirik bunyinya apa saja. Tidak ada yang saya masukkan ke dada. Sekarang pun saya sudah lupa apa saja bunyinya.
Hari pertama kerja itu saya lakukan pertemuan besar. Staf pimpinan hadir. Banyak karyawan yang datang. Saya langsung berdiri. Berbicara. Tidak pakai MC.