Orang Tua Penyiksa Anak Harus Dijadikan DPO
jpnn.com - JAKARTA - Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak periode 1998-2010, Seto Mulyadi mengatakan penyiksaan terhadap anak merupakan fenomena gunung es. Kejadian yang dialami Adit, bocah berusia 7 tahun di Tapanghulu, Kampar, menurut Seto, itu hanya sebagian kecil dari banyak peristiwa yang tidak terungkap ke publik.
"Penyiksaan terhadap anak merupakan fenomena gunung es. Lebih banyak yang tidak terungkap ketimbang yang terjadi. Kasus penyiksaan terhadap Adit, itu sebagian kecil yang terungkap ke publik," kata Seto Mulyadi, saat dihubungi JPNN, Selasa (17/12).
Dari sisi Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 78 mengatur, penyiksaan terhadap anak bukan delik aduan. Berarti siapa saja yang mengetahui wajib melaporkannya ke polisi.
"Sebaliknya, barang siapa yang mengetahui telah terjadi penyiksaan terhadap anak, tapi tidak melaporkannya kepada kepolisian ada ancaman hukuman pidananya yakni lima tahun," ujar Seto Mulyadi.
Karena itu lanjut Kak Seto, Komnas Perlindungan Anak selalu menyuarakan agar masing-masing RT dan RW dianjurkan untuk membentuk instrumen perlindungan anak dan wajib menjaga terpenuhinya hak-hak anak.
"Kalau terjadi penyiksaan terhadap anak-anak, instrumen tersebut wajib melaporkannya ke polisi karena itu perintah undang-undang," tegasnya.
Terhadap peristiwa yang menimpa Adit, polisi sudah punya hak untuk menahan pelakunya karena pelakunya sebagaimana yang diungkap Adit adalah orang tuanya sendiri. Kalau belum tertangkap, polisi harus memosisikan pelaku di daftar pencarian orang (DPO).
"Ancaman hukumannya sangat berat yakni 10 tahun penjara ditambah sepertiga karena pelakunya orang tua sendiri bekerjasama pamannya," ujar dia.