Pajaki Alat Berat, Pemda Dinilai Ngawur
Rabu, 15 Februari 2012 – 22:02 WIB
“Ketika ada kebijakan suatu biaya pajak alat berat naik, maka risiko biaya konstruksi naik, ketika biaya konstruksi naik dan kontraktor tidak mau ambil risiko, maka biaya itu terutama ditanggung investor. Kalau memang investor mau, tidak masalah, tapi kalau tidak mau, maka ujung-ujungnya akan dikembalikan ke pemerintah,” urai Hadjar.
Berdasarkan hitungan umum struktur biaya jasa kontraktor, jelas Hadjar, laba bersih dari sebuah proyek hanya sebesar 2,5%. Asumsinya, nilai kontrak 100% dikurangi biaya produksi proyek 90%, sehingga diperoleh laba kotor 10%. Dari laba kotor itu akan dikurangi lagi dengan PPh Jasa Konstruksi sebesar 3%, overhead perusahaan 2,5%, dan bunga bank 2%.
“Sehingga laba bersih yang tersisa hanya 2,5%. Kalau alat berat itu dikenakan pajak, logikanya menaikkan biaya konstruksi. Kalau saya tahu rugi, untuk apa saya jadi kontraktor,” tandasnya. (sam/jpnn)