Pak Amat Pantang Meludah di Depan Mayat
Alhamdulillah, sejauh ini tidak pernah mengalami peristiwa yang sampai membuatnya celaka. “Kalau leher baju rasa ditarik orang dari belakang, padahal di belakang tak ada siapa-siapa, itu biasalah,” tukas dia.
Pengalaman yang sulit dilupakan Amat ketika ia diminta menggali kuburan untuk memindahkan jenazah yang sudah berusia 16 tahun.
Pemindahan itu diminta oleh pihak keluarga karena hendak dimakamkan kembali di Medan. Dialah yang kemudian membersihkan dan mengurusi jenazah tersebut sampai diberangkatkan ke Bandara.
“Malamnye kubawa balik, kutarok di depan tu (teras rumah), dari jam lima sore, besok paginye baru kubawa ke Bandara,” selorohnya.
Untungnya, keluarga Amat tidak pernah merasa takut atau protes ketika ada mayat yang dibawa ke rumahnya. “Mana nak protes kite, kan rezeki kite,” tukas dia.
Hingga kini, belum seorang pun dari keenam anaknya yang tertarik mengikuti jejak Sang Ayah. Karena itu, menurut dia, tidak mudah menemukan orang yang bisa meneruskan usahanya.
“Inilah susahnya nyari ini, ndak semua bisa, terutama dari mental kalau ngadapin mayat biasa sih tadaklah masalah. Tapi kalau mayat yang tenggelam, busuk, darah berkeluaran, ndak semua bisa,” sebutnya.
Padahal, Amat berpendapat, semua hanya bergantung pada kemauan. Ia sendiri mengaku hampir semua yang dilakukannya berasal dari pembelajaran mandiri. Seperti soal mengawetkan jenazah.