Pakar Dukung Usulan Kejagung untuk Memperkuat Direktorat Pemulihan Aset
"Sekarang, kan, di Indonesia hanya bisa dilelang kalau barang cepat rusak. Kalau di negara lain, apa pun bisa dilelang sebanding dengan harga normal dan wajar," katanya.
Kedua, memiliki kemampuan melacak. Pahrur berpendapat, peran ini dapat optimal dengan pelibatan institusi terkait. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan penyelenggaran sektor keuangan, contohnya.
"Nanti dalam tingkat lanjut, banding atau kasasi, bisa dimintakan untuk menambah aset yang dirampas. Kalau dengan sekarang, jaksa biasanya hanya kasus yang ada saja yang ditindaklanjuti," ungkapnya.
"Dengan badan tersendiri, yang mana mereka dikasih target dengan asset recovery, mereka di setiap kasus akan mencari tahu aset-aset apa saja yang dimiliki para pelaku tindak pidana," imbuh Managing Partner Firma Hukum Dalimunthe & Tampubolon (DNT) Lawyers ini.
Namun, Pahrur mengingatkan hal tersebut takkan terwujud apabila RUU Perampasan Aset tidak disahkan. Di sisi lain, dirinya mendorong penerapan aturan peningkatan kekayaan secara tidak sah (ellicit enrichment).
"Kalau undang-undang belum disahkan, walaupun mau lembaga ganti nama, sebenarnya enggak berpengaruh. Jadi, sebenarnya yang penting sekarang undang-undangnya disahkan," tegasnya.
"Kalau RUU Perampasan Aset itu ada, saya mau Indonesia memasukkan aturan tentang ellicit enrichment. Sebenarnya di negara lain sudah diatur, tapi di Indonesia belum. Jadi, kalau sebenarnya mau merampas aset pejabat yang kekayaannya naik tiba-tiba, terus hukum yang bisa menjerat adalah ellicit enrichment itu," tambah Pahrur.(mcr10/jpnn)