Pakar Ingatkan Aspek Hukum Bisnis dalam Skandal Jiwasraya
jpnn.com, JAKARTA - Kasus kerugian negara dari perusahaan asuransi pelat merah, Jiwasraya, telah membuat gempar publik Indonesia setahun belakangan ini.
Akibat perkara tersebut, kerugian keuangan negara dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang terbongkar mencapai Rp 16 triliun lebih.
Namun, perbincangan mengenai proses hukum pengungkapan kasus Jiwasraya hingga kini terus menjadi diskursus menarik dari berbagai sudut pandang.
Salah satunya dari pengamat hukum Universitas Bung Karno, Ibnu Zubair, yang mengatakan, secara penelusuran hukum sebenarnya tidak berimbang juga bila hanya menggunakan pasal-pasal dalam pidana.
"Apakah memang terdakwa yang telah divonis oleh majelis hakim, seperti Benny Tjokro salah satunya yang populer, memang murni melakukan pelanggaran pidana saja? Sedangkan kegiatan yang dilakukan (Benny Tjokro) adalah transaksi bisnis dengan Jiwasraya;" ujar Ibnu Zubair, di Jakarta, Kamis (18/3).
Menurut Ibnu Zubair, dalam skandal Jiwasraya memerlukan kecermatan dari penegak hukum, apakah pada persoalan tersebut memang terjadi tindak pidana korupsi dari hubungan bisnis kedua belah pihak.
"Atau sebetulnya yang muncul adanya kerugian negara Rp 16 triliun disebabkan kegagalan bisnis. Kalau faktornya akibat kegagalan bisnis, tentu saja tidak boleh dengan pendekatan hukum pidana prosesnya," ucap Ibnu Zubair yang juga Direktur Eksekutif Law Monitoring Indonesia (LMI Centre).
Oleh sebab itu, Ibnu Zubair menuturkan, penegak hukum perlu juga menggunakan telaah aspek hukum bisnis atau asuransi saat menelisik kasus Jiwasraya.