Pakar Tata Negara Nilai Kewenangan OJK di UU PPSK Harus Dikoreksi
jpnn.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah mengingatkan adanya masalah penting dalam Pasal 49 Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau UU PPSK yang menetapkan penyidik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai penyidik tunggal tindak pidana di sektor jasa keuangan.
“Jika aturan dalam UU PPSK ditafsirkan secara letter lijk ketentuan mengenai penyidik tunggal, maka tidak ada gunanya lagi badan-badan khusus di lembaga penegak hukum lain yang menangani kejahatan di sektor keuangan. Ini yang menjadi dasar kenapa penyidik tunggal dianggap bermasalah,” jelas pria yang akrab disapa Castro kepada wartawan, Rabu (11/1).
Menurutnya, ada dua cara untuk melakukan koreksi terhadap ketentuan bermasalah dalam Pasal tersebut.
“Pertama dikoreksi oleh pembuatnya sendiri, dalam hal ini pembentuk UU (DPR dan Pemerintah/Eksekutif) yang kita sebut dengan _ legislatif review_. Dan kedua, dikoreksi melalui mekanisme judicial review di Mahkamah Konstitusi. Batu ujinya berkenan dengan prinsip kepastian hukum sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 28 D ayat (1) UUD 1945,” urai Castro.
Selain itu, Castro menilai potensi konflik kepentingan sangat besar dalam aturan baru tesebut. Menurutnya, akan sulit jika nantinya terduga pelakunya justru berasal dan internal OJK sendiri.
"Mestinya aparat penegak hukum (kepolisian) tetap diberikan kewenangan serupa, jadi conflict of interest bisa dihindari. Dengan demikian, tidak akan ada kesan jeruk makan jeruk," ujarnya.
Selain itu, kata Castro, pihak OJK akan cenderung pilah pilih kasus. Kesannya akan seperti cherry picking dimana penanganan perkara oleh penyidik OJK bergantung kepada kepentingan lembaga dan pejabatnya semata.
Kemudian potensi abuse of power juga akan sangat besar. Castro menyebut tak tertutup kemungkinan kewenangan sebagai penyidik tunggal ini akan membuka ruang transaksi jual beli perkara.