Paling Senang Dayung Tartar, Hafal Seluruh Koleksi
jpnn.com - DI kalangan selebriti ibu kota, nama Faiz M. sudah cukup dikenal. Selain sebagai guru spiritual, arek Malang itu masyhur sebagai kolektor barang antik dan langka. Musisi Ahmad Dhani dan raja monolog Butet Kartaredjasa termasuk selebriti yang dekat dengan Faiz.
--------------
KURNIAWAN MUHAMMAD, Malang
-------------
Rumah Faiz di kawasan Mergosono, Kota Malang, terbilang strategis. Apalagi, rumah artistik itu kerap dikunjungi orang-orang terkenal. Dari politikus, artis, hingga menteri.
"Saya sering berpapasan dengan Mas Dhani (Ahmad Dhani, pentolan grup Dewa dan bos Republik Cinta Management) waktu keluar dari rumah Mas Faiz," kata Marisa, tetangga Faiz.
Kali pertama Jawa Pos ke rumah Faiz diajak Butet Kartaredjasa dan musisi kreatif Djaduk Ferianto Juni lalu. Kala itu keduanya tampil di acara ulang tahun Jawa Pos Radar Malang.
"Setiap kali ke Malang atau pas ada acara di Surabaya, saya selalu sempatkan mampir ke rumah Gus Faiz," kata Butet. Raja monolog itu memanggil Faiz dengan sebutan gus. Apa hebatnya Faiz" "Nanti Anda tahu sendiri," jawab Butet meyakinkan.
Benar saja. Begitu Jawa Pos masuk ruang tamu Faiz seluas sekitar 5 x 12 meter, suasananya tampak unik. Di dindingnya banyak dipasang papan reklame enamel bernuansa tempo dulu.
Mulai contoh iklan rokok pada awal abad ke-19 hingga aneka lukisan antik. Juga, ada beberapa patung terakota, netsuke, mobil-mobilan (diecast) beserta kemasannya yang masih utuh. Ada lemari es yang bentuknya unik bikinan 1950-an. Koleksi kesayangan tuan rumah juga dipajang di ruang tamu itu. Yakni, mata dayung Tartar yang disimpan di sebuah kotak panjang dari kaca.
"Ini koleksi kesayangan saya karena sangat langka," cerita Faiz soal potongan mata dayung milik tentara Tartar yang konon dibuat sekitar tahun 1.300 Masehi itu.
Pertemuan kedua dengan Faiz terjadi akhir Juli lalu. Saat itu dia mengundang Jawa Pos untuk ikut kongko bersama Ahmad Dhani dan Raja Dangdut Rhoma Irama. Malam itu Dhani mengajak anak keduanya, El Jalaluddin Rumi. Sementara itu, Rhoma Irama mengajak putrinya, Debby Irama. Ikut dalam rombongan itu Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Helmy Faishal Zaini beserta istri.
Obrolan pun gayeng malam itu. Di depan Dhani dan Rhoma, Faiz memamerkan koleksi lagu-lagunya. Yang membuat Dhani dan Rhoma kagum, Faiz punya koleksi ribuan lagu hit dari berbagai negara. Mulai bergenre pop, jazz, rock, klasik, hingga dangdut. Lagu-lagu itu dibuat mulai 1920, sejak berbentuk piringan hitam (PH), kaset, sampai sekarang berbentuk CD (compact disc). "Anda tanya lagu apa saja, insya Allah saya punya," tantang pria 50 tahun itu.
Faiz juga menunjukkan 23 koleksi PH yang berisi lagu-lagu hit Rhoma Irama bersama OM Soneta sejak album pertama yang muncul pada 1970-an. Debby, putri Rhoma, terpana melihat koleksi istimewa Faiz tersebut. Begitu piringan-piringan hitam itu dikeluarkan Faiz, Debby langsung sibuk memotretnya.
Kedatangan Rhoma malam itu dimanfaatkan Faiz untuk mendapatkan tanda tangan Si Raja Dangdut tersebut. "Hampir semua koleksi PH saya ada tanda tangan asli penyanyinya," ujar Faiz sambil menunjukkan PH milik Nathan Haines dan Tony Bennet (musisi jazz) lengkap dengan tanda tangan asli penyanyinya.
Pekan lalu Jawa Pos kembali bertandang ke rumah Faiz. Kali ini Jawa Pos sengaja ingin mengetahui lebih detail koleksi barang antik dan langka milik pria flamboyan itu. Seluruh koleksinya disimpan sangat rapi di lantai 1"6 rumahnya.
"Saya punya ribuan koleksi. Saya pun tahu asal usul seluruh koleksi saya itu," ujarnya.
Misalnya, majalah D"Orient yang diterbitkan pada 1930-an. Kata Faiz, D"Orient merupakan kelanjutan dari majalah legendaris De Zweep yang didirikan para dedengkot pelukis iklan terkenal pada awal 1920-an, yakni Frits van Bemmel dkk. Di majalah D"Orient dimuat komik setrip berjudul Camouflages karya William Campbell yang lahir di Amerika Serikat.
"Ini adalah komik setrip pertama di Indonesia. Komik ini berbahasa campuran: Jawa, Inggris, dan Belanda," jelasnya.
Faiz juga punya komik edisi perdana karya Ganes T.H. yang fenomenal: Si Buta dari Goa Hantu dan sejumlah karya komikus Indonesia terkemuka seperti Hasmi, Wid Ns., Kosasih, sampai Siauw Tik Kwie yang terkenal dengan serial Sie Jien Kui. Juga, Kho Wan Gie yang dikenal karena tokoh kocak "Put On"-nya itu.
Di lantai 1 Faiz juga menyimpan dengan sangat rapi 11 ribu cap rokok yang pernah ada di Indonesia. Ada pula cigarette cards (kartu yang biasanya disertakan pada bungkus rokok yang populer pada awal 1920-an dan 1926). Yang menarik, dari koleksi Faiz itu, ada produsen rokok beken Thomas Bear & Sons di London. "Produsen rokok ini serius mencetak semua tokoh wayang purwa Jawa dengan sangat detail untuk pelanggan di Indonesia," ceritanya.
Faiz juga mengoleksi aneka poster bioskop di tanah air, mulai 1930-an hingga 1970-an. Bukan hanya itu, aneka tiket bioskop zaman dulu, mulai 1920-an, juga ada. Salah satunya tiket bioskop Capitol (Theater) di Surabaya, saat pemutaran perdana film Gone with The Wind. Di tiket tersebut tertulis tahun 1941.
Faiz mengakui, barang-barang cetakan adalah yang pertama dikoleksi. "Soalnya murah. Waktu itu saya belum banyak uang. Pembelian termahal untuk koleksi cetakan saya Rp 60 juta," paparnya.
Di lantai 2 khusus disimpan aneka keramik. Salah satunya keramik dari Dinasti Yuan yang rata-rata berdiameter 28 mm. "Ini keramik sangat langka yang umurnya setara dengan zaman Kerajaan Majapahit," paparnya.
Di salah satu sudut ruangan di lantai itu juga disimpan aneka kain batik tulis halus. Menurut Faiz, batik-batik tersebut sangat langka. Di antaranya, batik asal Sidoarjo yang dibikin Tan Sing Ing. "Batik ini paling langka yang banyak diburu orang. Dibikin tahun 1930," ceritanya.
Dari koleksi batik itu muncul cerita bahwa di Jogjakarta sekitar 1930-an ada dua industri batik yang sangat terkenal pada zamannya. Yakni, batik Kompeni, The New Batik Industrij, milik Tjie Tjing Poo, dan batik Srimpi milik Tjie Tjing Ing. Kedua produk langka itu kini dimiliki Faiz.
Di antara koleksi Faiz, ada beberapa yang ditunjukkan, tapi tidak boleh dipublikasikan. Selain sangat langka dan berharga, koleksi tersebut saat ini sedang dikejar-kejar kolektor dunia. "Di dunia kolektor berlaku hukum "tak mau kalah". Kalau ada kolektor punya barang langka, kolektor lainnya tak mau kalah ingin menyaingi," ucapnya.
Di lantai 3, puluhan lukisan dari pelukis terkemuka Indonesia dipajang dengan menarik. Misalnya, karya Hendra Gunawan, Arie Smit, Nashar, Rusli, Fadjar Sidik, dan Lee Man Fong.
Sedangkan lantai 4 penuh dengan barang-barang antik tradisional Jawa. Mulai pegangan keris sampai gebyok, rono, jodang, dan sketsel khas beraneka warna. Di lantai itu juga disimpan aneka barang etnis dari berbagai daerah di Nusantara.
Faiz mengoleksi barang antik dan langka itu, antara lain, karena menyenangi pengetahuan. "Dari barang koleksi itu saya selalu dapat pengetahuan baru," katanya.
Faiz mulai gemar mengoleksi benda-benda antik itu pada 1991. Selama tiga tahun dia mencari referensi barang langka di Belanda, Jepang, dan Amerika. Juga, ke negara tetangga Malaysia dan Singapura. Selama proses tiga tahun tersebut, Faiz mengaku kerap tertipu. "Tapi, tertipu itu bagian dari pengetahuan," ungkapnya.
Selain itu, Faiz senang seni dan ingin menyiasati sifat buruknya, boros. "Agar yang saya keluarkan tidak sia-sia, saya belikan benda-benda ini," ceritanya. Mengapa memilih barang-barang antik" "Saya bukan orang dagang dan saya tidak bisa berdagang. Saya beli barang-barang antik karena barang-barang itu akan menentukan harganya sendiri saat saya tidur," jelasnya.
Sudah habis berapa duit untuk mengumpulkan seluruh koleksinya itu" Faiz memilih tak menjawab. Begitu juga ketika ditanya apa pekerjaannya sehari-hari, dengan bercanda dia menjawab, "Kalau sudah tahu hasilnya, mengapa harus ditanyakan apa pekerjaannya?"
Yang jelas, Faiz punya rencana besar untuk menampung barang-barang koleksinya itu. Dia ingin membangun museum pribadi. "Ini dendam saya yang harus terwujud," tandasnya. (*/c10/ari)