Pamitan Lewat Status BBM, Dikenal Supel
jpnn.com - HILANG sudah harapan Susi Susanti dan Dedi Maryadi untuk menyaksikan anaknya, Helmi Dwi Aprianto (19) menjadi Sarjana Ilmu Politik (SIP).
Mahasiswa Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) meregang nyawa di saat mengikuti pendidikan dasar XV pegiat alam bebas Caterva di Gunung Salak, Selasa (21/1). Keluarga akan menempuh jalur hukum untuk mengusut kematian Helmi.
----------------
Laporan : Rahmat Hidayat
---------------
Dedi sedang selonjoran di depan televisi sore itu (14/1). Sepulangnya dari melaksanakan ibadah umroh di Mekah, pria paruh baya ini memang ingin santai di rumah.
Sekoyong-konyong Helmi datang menyodorkan surat izin untuk melaksanakan pendidikan dasar pegiat alam bebas Caterva selama enam hari (15-21/1) di Gunung Salak.
“Ayah, ini surat dari kampus,” kata Helmi seperti ditirukan Dedi kepada Radar Bogor (Grup JPNN).
“Lah kamu gimana kok mau pergi, ini kan cuaca ekstrem. Dan ini kan nggak ada izin dari kampus cuma atas nama organisasinya,” timpal Dedi setelah membaca surat izin itu. “Ayah, Helmi sudah biasa naik gunung,” katanya lagi.
Sempat ada perdebatan saat itu. Dedi tentu tak rela anaknya pergi ke gunung yang terkenal dengan jalur-jalur curamnya itu disaat cuaca sedang ekstrem. Pun demikian dengan sang ibu, Susi.
Namun Helmi ngotot untuk berangkat keesokan harinya. Itulah perbincangan terakhir Helmi dengan kedua orang tuanya, sebelum dia tewas mengenaskan di Puncak IV Gunung Salak.
Saat Radar Bogor ke rumah duka di Jalan Lio Bawah, Perumahan Pesanggrahan, RT05/12, Kelurahan Kedungwaringin, Kecamatan Bojonggede, keluarga nampak terpukul. Susi yang nampak belum bisa menerima kenyataan.
“Tidak ada yang bisa cium ibu lagi, tidak ada yang bisa peluk ibu lagi,” ujar Susi di dalam kamar. Menurut kakak sulung Helmi, Firman Eko Susanto, ibunya sempat tidak mau berkomunikasi dengan pelayat. Helmi merupakan bungsu dari dua bersaudara. Firman menegaskan, Helmi merupakan sosok pemuda yang supel.
“Dia orangnya supel, periang dan baik sekali. Ibu-ibu tetangga senang dengan sikap baiknya,” cetus Firman. Keluarga sempat merasakan firasat tidak nyaman sebelum Helmi pergi untuk selamanya.
Saat itu, saat Firman dan adiknya Helmi mengantar ayahnya berangkat umroh. Helmi membuat kaget keluarga karena berpakaian serba hitam.
“Pas sebelum berangkat (ke Gunung Salak), dia sempat ganti profil BlackBerry(BB). Di gambar editan itu ada foto dia dan dicantumkan nama umur dan ada tulisan 'Tabah Sampai Akhir'. Mungkin itu sebuah nametag untuk kegiatan ini” katanya.
Firman juga menjelaskan bahwa adiknya berbadan atletis dan tidak memiliki penyakit bawaan. Dan selama kiprahnya mendaki gunung belum pernah ada masalah. Helmi yang lahir di Jakarta 6 April 1994 itu mulai menyukai naik gunung sejak duduk di bangku SMA.