Pancasila Memelihara Takdir 'Saudara-saudara Se-Tanah Air'
Oleh: Bambang SoesatyoSeperti diketahui, Pasal 37 UU Sisdiknas mewajibkan kurikulum pendidikan dasar, menengah, dan tinggi memuat pendidikan kewarganegaraan. Pancasila tidak secara khusus tercantum sebagai mata pelajaran atau mata kuliah wajib. Maka, belajar dari pengalaman buruk selama ini, sekarang adalah waktunya bagi negara membuat dan memberlakukan keputusan tegas, dengan mewajibkan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib di semua jenjang pendidikan.
Perjalanan sejarah bangsa mencatat bahwa takdir keberagaman NKRI direkatkan atau sudah dimeteraikan oleh Pancasila. Pancasila -- yang kandungan falsafahnya bersumber dari kearifan lokal semua suku dan golongan di seantero bumi nusantara -- merekatkan persaudaraan semua komponen bangsa.
Dan, Pancasila akan selalu memelihara dan merawat persaudaraan itu. Itu sebabnya, setiap orang Indonesia berhak menyapa warga dari semua daerah dan golongan dengan salam dan sapaan ‘Saudaraku Sebangsa Setanah Air’.
Memang, adalah fakta bahwa masyarakat Indonesia merasakan masih adanya tantangan kebangsaan yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Tantangan itu antara lain berupa melemahnya toleransi dalam menyikapi keberagaman, demoralisasi generasi muda bangsa, dan memudarnya identitas dan karakter bangsa.
Fakta bahwa Indonesia per geografis sebagai negara kepulauan yang terpisah oleh laut tidak boleh menjadi faktor yang melemahkan.
Dan, kendati secara sosio-kultural, bangsa Indonesia terdiri dari beragam suku, budaya, adat istiadat, agama dan kepercayaan tidak akan pernah merusak prinsip ‘Saudara Sebangsa Setanah Air’. Penyatuan dan persaudaraan itu dipelihara dan dirawat oleh Pancasila sebagai benteng untuk menghadapi berbagai potensi ancaman yang ingin menceraiberaikan ikatan kebangsaan.
Dengan begitu, Pancasila sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa sudah final. Tak hanya merekatkan kebhinekaan, Pancasila juga menjadi sumber nilai bagi pembangunan karakter generasi muda bangsa (nation character building).
Sebab, di dalam lima sila itu terkandung falsafah, prinsip dan semangat spiritualisme, humanisme, nasionalime, etika serta standar moral, dan beragam sistem nilai positif hingga nilai dan prinsip kebenaran universal. Bukankah semua kandungan nilahi luhur ini menjadi gizi yang amat dibutuhkan anak dan remaja dalam proses tumbuhkembang mereka?