Pandangan RRT Terhadap Resolusi Sengketa di Laut Tiongkok Selatan dan PKG
Oleh Odemus Bei Witono - Mahasiswa Doktoral Filsafat STF DriyarkaraDalam menghadapi isu LTS terkait dengan perairan Kepulauan Natuna, pemerintah Republik Indonesia (RI) perlu berhati-hati. Indonesia bersama negara-negara Asia lainnya perlu menjaga hukum internasional dan mencegah tindakan Tiongkok yang mungkin merusak UNCLOS. Jika tidak bijak dalam menanggapi PKG, potensial akan menimbulkan gangguan terhadap stabilitas kawasan dan konflik antara negara-negara adidaya di Asia Tenggara.
Meskipun demikian, Indonesia juga perlu menjaga hubungan bilateral dengan Tiongkok tanpa mengorbankan peran pentingnya dalam mendorong prinsip-prinsip hukum internasional di kawasan tersebut.
Pemerintah RI telah mengganti nama wilayah laut di Kabupaten Natuna menjadi Laut Natuna Utara dan menegaskan bahwa 12 dan 200 mil dari pulau terluar kepulauan Natuna menjadi bagian wilayah teritorial, dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
Indonesia (dalam Arief, 2019) dengan tegas menolak Nine-Dash Line yang sering digunakan oleh pemerintah RRT untuk mendukung klaim wilayah di LTS. Pemerintah RI akan memprotes setiap pelanggaran yang dilakukan oleh RRT terhadap wilayah ZEE Indonesia dan menjaga kedaulatan negara Indonesia.
Kendati demikian, Indonesia perlu menegakkan hukum internasional dan mendukung resolusi yang adil dalam menghadapi isu LTS, sambil tetap menjalin hubungan bilateral dengan Tiongkok dan sekaligus menjaga kedaulatan bangsa di wilayah perairan Kepulauan Natuna.
Sebagai catatan akhir, pandangan Tiongkok terkait resolusi sengketa di LTS tidak terlepas dari konsep PKG yang mereka kemukakan. Tentu saja oleh Indonesia PKG dilihat dengan penuh kehati-hatian.
Sebagai pertanyaan reflektif, mengapa kendati ada ketegangan dengan Tiongkok terkait dengan LTS, pemerintah Indonesia perlu tetap menjaga relasi baik dengan bangsa-bangsa termasuk dengan RRT? Semoga ada jawaban yang memuaskan bagi bangsa Indonesia, yang sedang membangun masa depan lebih cerah.(***)