Para Pegiat Pemilu Luncurkan Gerakan Masyarakat Sipil untuk “Pilkada Sehat”
Oleh karena itu, kata August, tidak ada alasan lain selain menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Indonesia dinilai memiliki kesempatan untuk belajar dari pengalaman negara lain dalam penyelenggaran Pemilu di tengah pandemi. “Baik segala kisah sukses ataupun yang sebaliknya dari 29 negara yang lain,” ujarnya
Lebih lanjut, August mengatakan, Pilkada merupakan momentum yang sangat masif dalam menggerakkan jutaan orang. Karena berbicara Pilkada tidak an sich Pilkada, namun dapat dilihat sebagai momentum dalam konteks ekonomi, termasuk penanganan Covid-19.
“Oleh karena itu kita tidak lagi menemukan momentum yang sangat masif, kecuali di Tahun 2020, (yaitu) momen Pilkada. Untuk menjadikan semacam konsensus bersama agar semua pihak baik sektor negara, sektor swasta termasuk sektor politik dan sektor masyarakat sipil semua bergerak,” kata August.
Senada dengan hal itu, Pendiri Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti mengatakan Pilkada 2020 ini mesti menjadi momentum bagi masyarakat di daerah yang melaksanakan Pilkada 2020 untuk memastikan calon pemimpin mereka itu betul-betul sehat, baik jasmani maupun rohani, termasuk track recordnya.
Calon pemimpin daerah diharapkan benar-benar memiliki niat untuk membenahi daerahnya, termasuk mengatasi persoalan yang timbul akibat Covid-19.
“Nah ini momentumnya, kita perbaiki, kita pastikan nanti setelah terpilih Tahun 2021 grafik Covidnya menurun. Bahwa Pilkada 2020 ini momentum bagi kita menyehatkan demokrasi kita plus sekaligus menyehatkan badan kita, tubuh kita dan pola politik kita,” tandas Ray Rangkuti.
Sementara itu, Direktur Monitoring Komite Independen Pemantau Pemilu, Jojo Rohi, menyampaikan problem yang dihadapi saat ini adalah bagaimana menggabungkan satu konsep Pemilu yang luber-jurdil, di samping tetap disiplin terhadap protokol kesehatan.
“Bagaimana menjalankan protokol kesehatan sembari juga menjaga kualitas demokrasi kita tetap bisa berjalan dengan baik,” ujar Jojo Rohi.